Bid'ah Hasanah : Bantahan "Klaim" Mengikuti Satu Pendapat



Langsung saja kepada topik masalah, yaitu banyak diantara saudara kita yang masih saja “Mengklaim” saudaranya yang lain, yang mengikuti pendapat bid’ah hasanah diklaim “Pengikut 1 Madzhab”. Baik kiranya kita membeberkan bukti otentik.


Sebelum membahas lebih jauh, maka lebih baik saya uraikan definisi Bid’ah.
Bid’ah  menurut al-Imam Izzuddin Bin Abdissalam (lihat Qawaid al-Ahkam Fi Mashalih al-Anam juz. 2/ hlm 172), dan al-Imam Nawawi (lihat Tahdzibu al-Asma’ wa al-Lughot. Juz 3/hlm 22).
“Mengerjakan sesuatu yang baru yang belum ada pada masa Rasulillah saw”.

Catatan penting. Ini adalah definisi bid’ah secara Bahasa.

Selanjutnya, menurut istilah, seperti yang diutarakan al-Hafidz  Ibnu Hajar al-‘Asqolani (lihat fathul bari Bi Syarhi Bukhori ; Juz 4/ 253)


“Bid’ah bisa dikatakan kebalikan “sunnah” (sesutau yang dilakukan Rasulullah saw.). Sehingga Bid’ah menjadi “tercela”. Ini dalam segi bahasa, namun sebenarnya (al-Tahqiq),  ketika pekerjaan ibadah itu memiliki landasan hukum (dalil) atau tidak melanggar dalam agama, maka pekerjaan itu bernilai Bid’ah Hasanah dan sebaliknya, ketika tidak memiliki landasan hukum (dalil) atau melanggar dalam pandangan agama, maka pekerjaan itu bernilai Bid’ah Madzmumah”

Tampak sekali dalam defisini Bid’ah secara istilah ini, al-Hafidz  Ibnu Hajar al-‘Asqolani  mengakui adanya Bid’ah Hasanah. Naum, Ada pertanyaan besar yang diklaim oleh sebagian saudara kita, bahwa yang  mengikuti pendapat pembagian Bid’ah ini dinilai mengikuti 1 pendapat saja Apakah begitu? Ternyata klaim tidak sehat dan tidak bertanggungjawab ini sangat memalukan, coba kita lihat para ulama lain :
  1. Al-Imam Abu Abdillah Bin Idris al-Syafi’ie (dalam kitab Manaqib al-Imam al-Syafi’ie. Juz1/ hlm.469)
  2. Al-Imam Ibnu Abdilbarr (dalam kitab al-Istidzkar, juz. 5/hlm. 152)
  3. Al-Imam al-Nawawi (dalam kitab Tahdzibu al-Asma’ wa al-Lughot. Juz 3/hlm 22)
  4. Al-hafidz Ibn al-Atsir al-Jazari (dalam kitab all-Nihayah Fi Ghoribi al-Hadits. Juz 1/ hlm. 267)
  5. Al-Hafidz Ibn al-‘Arabi al-Maliki (dalam kitab ‘Aridhotu al-Ahwadzi. Juz 1/ hml. 147)
  6. Al-Imam Izzuddin bin Abdissalam ( dalam kitab Qawaidu al-Ahkam : juz 2/ hlm. 133)
  7.  Al-Imam al-‘Aini (dalam kitab ‘Umdatu al-Qori. Juz 11/ hlm 126)
  8. Al-Imam al-Shan’ani (dalam kitab Subulussalam. Juz 2/ 48)
  9. Al-Imam al-Syaukani (dalam kitab Nail al-Authar. Juz. 3/ hlm 25)

Yang lebih mencengangkan lagi, Syiekh Ibnu Taimiyah (ulama yang biasanya dijadikan rujukan menolak bid;ah hasanah) justru berbid’ah Hasanah. Jangan kaget, lihat saja bagaimana beliau berdsikir bersama dengan jama’ah (lihat kitab al-A’lamu al-Aliyyah Fi Manaqibi Ibni taimiyah , karangan murid Ibnu Taimiyah yang bernama Umar bin Ali al-Bazzar hlm. 37-39)

Selain Itu Ibnu Taimiyah juga melegimitasi perayaan dzikro Maulidi al-Nabi (Muludan ; Bahasa Indo/ jawa).  Disebutkan dalam kitabnya sendiri Iqtidhou al-Shirothi al-Mustaqim hlm. 297.

Dari keterangan ini, masihkah ada klaim, kita yang memperingati Maulid Nabi, Yasinan, Tahlilan dengan mengikuti pendapat “Bid’ah Hasanah”, masih saja diklaim sebagai pengikut satu Madzhab?. Atau saya semakin curiga, kita digiring mengikuti pedapat mereka yang tak bertuah dan gak ketemu rujukannya.

Semoga kita tak termasuk orang yang mangaku “benar” sendiri, dan mengaku paling memahami isi al-Quran dan al-hadits, dan semoga kita tidak mengaku sudah memiliki kapasitas memahami kedua dalil dasar tersebut, sehingga dengan dalih “kembali ke al-Quran dan ke al-Hadits” kita semakin gampang mengklaim orang lain salah, tanpa bisa mempertanggungjawabkannya.

Subhaanaka Ya Roob Hadzaa Buhtaanun ‘Adzim
Previous
Next Post »