Najis Anjing




Hadits yang memerintahkan mencuci jilatan anjing.

1.       Diriwayatkan oleh Al-A'raj dari Abu Hurairah; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا» [صحيح البخاري (1/ 45)]
"Jika anjing minum pada bejana kalian maka cucilah sebanyak tujuh kali". [Sahih Bukhari]

2.       Ali bin Mushir meriwayatkan dari Al-A'masy dari Abu Razin dan Abu Shalih dari Abu Hurairah; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ» [صحيح مسلم (1/ 234)]
"Jika anjing menjilat pada bejana kalian maka buanglah isinya kemudian cuci bejananya sebanyak tujuh kali". [Sahih Muslim]

Sebagian ulama menghukumi tambahan kalimat "فليرقه" lemah (syadz), karena selain Ali bin Mushir tidak ada yang menyebutkan tambahan tersebut. [Lihta "Fathul Bariy" karya Ibnu Hajar 1/275]
Tapi ulama lain mengatakan bahwa tambahan tersebut sahih, kerena Ali seorang yang tsiqah tambahan haditsnya diterimah (ziyadah tsiqah), dan tambahan tersebut tidak bertentangan dengan riwayat yang tidak menambah karena perintah mencuci telah mengandung isyarat perintah membuang isinya karena bernajis. [Lihat "Al-Badr Al-Munir" karya Ibnu Al-Mulaqqin 1/545]

3.       Diriwayatkan oleh Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallambersabda:
«طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ» [صحيح مسلم (1/ 234)]
"Sucikanlah bejana kalian jika dijilat oleh anjing dan cucilah sebanyak tujuh kali diawali dengan tanah".[Sahih Muslim]

4.       Ibnu Al-Mugaffal berkata: Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh anjing, kemudian Rasulullah bersabda: "Ada apa dengan mereka dan anjing?" Kemudian Rasulullah memberi keringanan untuk memelihara anjing pemburu dan penjaga ternak, dan bersabda:
«إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِي التُّرَابِ» [صحيح مسلم (1/ 235)]
"Jika anjing menjilat pada bejana maka cucilah sebanyak tujuh kali dan campurkan cucian ke delapandengan tanah". [Sahih Muslim]

Al-Malikiyah menganggap bahwa anjing secara keseluruhan bukan najis, diantara argumennya:
1.       Allah subhanahu wata'ala menghalalkan buruan anjing dan tidak memerintahkan mencuci gigitannya. [Surah Al-Maidah:4]
2.       Demikian pula dibolehkan memelihata anjing pemburu, penjaga ternak dan kebun.
3.       Adapun hadits perintah mencuci bekas jilatannya, maka itu adalah perintah sebatas ibadah bukan karena najis.
4.       Ibnu Umar berkata: Dulu anjing kencing dan keluar masuk mesjid di masa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan tidak memerintahkan untuk memercikkannya dengan air. [Sahih Bukhari]
Sedangkan Jumhur Ulama mengatakan bahwa air liur anjing adalah najis, dan membantah argumen al-malikiyah:
1.       Allah menghalalkan buruan anjing dan dibolehkan pelihara anjing pemburu, penjaga ternak dan kebun, bukan berarti gigitannya tidak najis karena hukum kenajisannya diambil dari dalil lain seperti hadits Abu Hurairah dan Ibnu Al-Mugaffal.
2.       Perintah mensucikan bekas jilatan anjing dan membuang isinya menunjukkan kalau jilatan anjing itu najis, seandainya tidak maka tidak perlu dibuang isinya karena itu sama saja menghamburkan harta.
3.       Hadits Ibnu Umar terjadi sebelum tutun perintah membersihkan mesjid dari kotoran.
[Lihat Nail Al-Authar karya Asy-Syaukaniy 1/107, dan Subul As-Salam karya Ash-Shan'aniy 1/32]

Berapa kali dicuci?

Pendapat Al-Hanafiyah: Cukup tiga kali. Diantara dalilnya:
1)      Abu Hurairah berkata: Jika anjing menjilat pada bejana maka buanglah isinya kemudian cuci tiga kali. [Sunan Ad-Daruquthniy 1/109]
2)      Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthniy dalam kitabnya As-Sunan 1/108:
عن عبد الوهاب بن الضحاك , نا إسماعيل بن عياش , عن هشام بن عروة , عن أبي الزناد , عن الأعرج , عن أبي هريرة , عن النبي صلى الله عليه وسلم «في الكلب يلغ في الإناء أنه يغسله ثلاثا أو خمسا أو سبعا».
Dari Abu Hurairah; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang anjing yang menjilat dalam bejana bahwasanya dicuci tiga atau lima atau tujuh kali.
Al-Hanafiyah mengatakan: Pendapat Abu Hurairah menjelaskan hadits yang ia riwayatkan dari Rasulullah yang menunjukkan bahwa tiga kali cucian sudah cukup untuk membersihkan najis anjing.

Pendapat Al-Hanafiyah dibantah oleh Jumhur, diantaranya:
1)      Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sangat lemah. Ad-Daruquthniy berkata: Abdul Wahabseorang yang ditolak haditsnya; dan ia sendiri meriwayatkannya dari Isma'il. Sedangkan yang lainnya meriwayatkannya dari Isma'il dengan lafadz: «فاغسلوه سبعا» "maka cucilah tujuh kali" dan ini yang benar.
2)      Abu Hurairah juga pernah berfatwa mewajibkan pencucian tujuh kali, dan ini yang lebih kuat karena sesuai dengan hadits yang sahih.
Pendapat Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah, Al-Hanabilh, dan Adz-Dzahiriyah: Harus dicuci tujuh kali. Diantara dalilnya:
Hadits Abu Hurairah yang memerintahkan pencucuian sebanyak tujuh kali lebih kuat dan didukung oleh riwayat Ibnu Al-Mugaffal.

Adapun riwayat Ibnu Al-Mugaffal yang menyebutkan delapan pencucian tidak bertentangan dengan riwayat Abu Hurairah, karena cucian yang kedelapan adalah sebagai tambahan.
Dan sebagian ulama mengatakan bahwa riwayat pencucian yang kedelapan menjadikan tanah sebagai satu cucian tersendiri (7 air + 1 tanah), sedangkan riwayat yang tujuh tidak menghitungnya sebagai satu cucian (7 air diawali dengan tanah atau cucian pertama dicampur dengan tanah).

Pendapat kedokteran: Bakteri pada anjing tidak bersih jika tidak dicuci sebanyak tujuh kali.

Haruskah pakai tanah?

Pendapat Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah: Tidak perlu pakai tanah.
Al-Hanafiyah mengatakan: Najis anjing sama dengan najis lainnya.
Al-Malikiyah mengatakan: Hadits Abu Hurairah diriwayatkan oleh Imam Malik tidak menyebutkan pencucian dengan tanah.

Pendapat Asy-Syafi'iyah, Al-Hanabilh, dan Adz-Dzahiriyah: Harus pakai tanah, namum mereka berselisih waktu pencucian tanah.

Asy-Syafi'iyah berpendapat: Di awal pencucian pakai tanah, atau pada salah satu dari yang tujuh dan tidak wajib di awal sebagaimana dalam salah satu riwayat "إحداهن بالتراب" (salah satunya dengan tanah).

Al-Hanabilah berpendapat: Tujuh kali pencucian salah satunya pakai tanah, atau delapan kali salah satunya pakai tanah.
Ibnu Qudamah (620H) mengatakan: Madzhab Al-Hanabilah tidak berselisih bahwa wajib dicuci najis anjing tujuh kali salah satunya dengan tanah, ... dan riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa wajib dicuci delapan kali salah satunya dengan tanah, akan tetapi riwayat yang pertama (tujuh kali) lebih kuat. ... Dan disunnahkan pemakaian tanah pada cucian pertama karena sesuai dengan lafadz hadits. [Al-Mugniy 1/74]

Adz-Dzahiriyah berpendapat: Tujuh kali pencucian dan harus diawali dengan tanah. Argumennya:
1)      Riwayat yang menyebutkan pencucian tanah lebih diutamakan dari pada riwayat yang tidak menyebutkan.
2)      Riwayat "أولاهن بالتراب" (diawali dengan tanah) lebih kuat daripada riwayat "إحداهن".
3)      Perintah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallakm memakai tanah di awal pencucian menunjukkan kewajiban.
4)      Mengawali pencucian dengan tanah lebih bersih.
Pendapat kedokteran: Kuman pada air liur anjing tidak dapat hilang kecuali dengan tanah.

Bolehkah tanah diganti dengan pembersih lainnya?

Asy-Syafi'iyah punya empat pendapat: 1. Tidak boleh selain tanah, 2. Boleh, 3. Boleh kalau tidak ada tanah, 4. Boleh kalau tanah akan merusak seperti pakaian. [Lihat Al-Majmu' karya An-Nawawiy 2/583]

Al-Hanabilh ada dua pendapat: 1. Boleh selain tanah, 2. Tidak boleh. [Lihat Al-Mugniy karya Ibnu Qudamah 1/74]

Pendapat Adz-Dzahiriyah: Tidak boleh sama sekali.
Ibnu Hazm (456H) mengatakan: Tidak boleh mengganti tanah dengan pembersih lainnya, karena itu melanggar perintah Rasulullah sallalllahu 'alaihi wasallam. [Al-Muhallaa 1/111]

Ulama yang merajihkan "tidak boleh", diantaranya: Zainuddin Al-'Iraqy (806H) dalam kitabnya "Tharh At-Tatsriib" 2/122, dan Ibnu Daqiiq Al-'Id (702H) dalam kitabnya "Ihkaam Al-Ahkaam" 1/26.

Pendapat kedokteran: Bakteri pada anjing tidak dapat hilang kecuali dengan tanah.

Haruskah dibuang semua bekas jilatan atau gigitan anjing?

Pendapat Al-Hanafiyah: Jilatan anjing pada air atau cairan lain menjadikan cairan tersebut najis, maka harus dibuang.
Az-Zaila'iy (743H) mengatakan: Sisa minum anjing adalah najis, ... dan perintah membuangnya sebagai kenajisannya. [Tabyiin Al-Haqaaiq 1/32]

Pendapat Al-Malikiyah: Sisa jilatan ajing pada air sebaiknya dibuang tapi tidak najis dan hukumnya makruh digunakan jika ada air lain. Sedangkan jilatan pada cairan selain air atau pada makanan tidak wajib dibuang.
Ibnu Abdil Bar (463H) mengatakan: Tidak perlu dibuang sesuatu yang dijilat oleh anjing selain air karena harganya yang ringan, dan orang yang berwudhu dengan air sisa jilatan anjing jika tidak ada air lain hukumnya sah (karena air itu suci) dan tidak boleh tayammum jika ada air sekalipun sudah dijilat oleh anjing. [Al-Istidzkar 1/206]

Asy-Syafi'iyah punya dua pendapat: 1. Sebagian berpendapat: Wajib dibuang karena bernajis dan haram digunakan. 2. Jumhur Asy-Syafi'iyah berpendapat: Tidak wajib dibuang tapi dianjurkan dan tidak haram digunakan. [Lihat "Al-Haawiy fii fiqh Asy-Syaafi'iy" karya Al-Mawardiy 1/306]
Ibnu Hajar (852H) mengatakan: Perkataan Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam "فليرقه" (buang isinya) menguatkan pendapat yang mengtakan bahwa perintah mencuci karena bejanahnya bernajis, karena istilah "al-miraaq" (membuang) sifatnya umum baik itu air atau makanan, maka jika seandainya sisa jilatan itu suci maka tidak mungkin diperintahkan untuk dibuang karena ada larangan menghamburkan harta. [Fathul Bariy 1/275]
Imam An-Nawawiy (676H) berkata: Jika anjing menjilat suatu makanan yang padat (bukan cairan), maka bagian jilatan dan sekitarnya dibuang, sedangkang sisanya tetap suci dan bisa dimanfaatkan sebagaimana jika tikus mati pada minyak beku dan semisalnya. [Al-majmu' 2/587]

Pendapat Al-Hanabilah: Harus dibuang.
Ibnu Qudamah berkata: Seandainya sisa minum anjing itu suci maka tidak boleh dibuang dan tidak wajib dicuci. [Al-Mugniy 1/70]

Pendapat Adz-Dzahiriyah: Jika anjing menjilat pada cairan apapun maka wajib dibuang sebagaimana teks hadits, adapun gigitannya pada makanan maka tidak wajib dibuang dan tempatnya tidak wajib dicuci tujuh kali, dan air yang dipakai mencuci tempat yang sudah dijilat tetap suci karena tidak ada dalil yang memerintahkannya.
Ibnu Hazm mengatakan: Wajib membuang sisa cairan dalam bejana yang dijilat anjing, ... dan air yang dipakai mencuci bejana tersebut tetap suci dan halal. [Al-Muhalla 1/109]

Pendapat kedokteran: Kuman yang ada pada sisa jilatan anjing sangat berbahaya, dapat menyebar dengan cepat, dan bisa menimbulkan penyakit. Olehnya itu sisa makanan atau minuman ajing secara umum harus dibuang untuk lebih hati-hati.

Apakah seluruh anggota badan anjing sama hukumnya dengan lidah dan liurnya?

Pendapat Al-Malikiyah dan Adz-Dzahiriyah: Hukum ini hanya khusus pada jilatan anjing saja sedangkan anggota tubuhnya yang lain adalah suci, karena teks hadits hanya pada jilatan.
Al-Qarrafiy (684H) mengatakan: Hukum ini khusus pada jilatan anjing, kalau ia memasukkan tangannya atau kakinya maka hal itu tidak berpengaruh. [Adz-Dzakhirah 1/182]
Ibnu Hazm berkata: Jika anjing makan pada suatu bejana tampa menjilat atau ia memasukkan kakinya atau ekornya atau semua badannya maka tidak wajib dicuci dan dibuang isinya karena tetap halal seperti semula, demikian pula jika anjing menjilat pada tanah atau tangan manusia, atau apa saja selain bejana maka tidak wajib dicuci dan dibuang isinya karena al-wuluug (menjilat) hanya khusus ketika minum saja. [Al-Muhalla 1/109]

Sebagian Adz-Dzahiriyah juga menganggap bahwa kotoran dan kencing anjing hukumnya sama dengan najis biasa. Syekh Ibnu Utsaimin menganggap bahwa pendapat ini kuat jika memang terbukti secara kedokteran bahwa kuman pada lidah dan liur anjing tidak ada pada kotoran dan kencingnya. [Syarh Al-Mumti' 1/290]

Asy-Syafi'iayah ada dua pendapat:
Imam An-Nawawiy mengatakan: Ulama mazhab kita mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara jilatan anjing dengan anggota badannya yang lain, maka jika kencing, kotoran, darah, keringat, rambut, liur, atau anggota badannya mengenai suatu yang suci dan salah satunya ada yang basah maka wajib dicuci tujuh kali salah satunya dengan tanah.
Ada juga yang berpendapata bahwa selain jilatannya maka cukup dicuci sekali seperti najis lainnya. Dan ini adalah pendapat yang bisa benar dan kuat dari segi dalil karena perintah mencuci tujuh kali hanya untuk menjauhkan orang agar tidak makan bersama anjing dan alasan ini tidak ada pada selain jilatan.
Akan tetapi yang masyhur dalam mazhab As-Syafi'iy bahwa semuanya wajib dicuci tujuh kali bersama tanah sebagaimana yang diputuskan oleh jumhur karena lebih kuat untuk mencegah orang mendekati dan memelihara anjing. [Al-majmu' 2/586]

Dari Maemunah; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam mendapati anak anjing dibawah tiang rumahnya, kemudian Rasulullah memerintahkan untuk mengeluarkannya dari rumah, dan mengambil air dengan tangannya kemudian memercikkannya pada bekas tempat anjing tersebut. [Sahih Muslim]
Hadits ini dijadikan dalil bahwa semua badan anjing adalah najis karena Rasulullah mencuci bekas anjing tersebut. Sedangkan Al-Malikiyah menganggap bahwa Rasulullah memercikkan air bukan karena anjing najis, tapi karena kahwatir ada kencing atau kotorannya. [Lihat Syar Sahih Muslim karya An-Nawawiy 7/342]

Hadits ini juga menunjukkan bahwa badan anjing sama hukumnya dengan najis lain, tidak dicuci tujuh kali.

Pendapat kedokteran: Kuman pada mulut anjing juga terdapat pada anggota tubuhnya yang lain.

Wallahu a'lam bissawab!

Referensi:
بحوث المؤتمر العالمي السابع للإعجاز العلمي في القرآن والسنة ج3 ، ولوغ الكلب بين استنباطات الفقهاء واكتشافات الأطباء المؤلف: أ. نجيب بوحنيك ، و أ. سلاف لقيقط
Previous
Next Post »