MUSHOFAHAH / BERJABAT TANGAN DENGAN PESERTA JAMAAH SETELAH SALAM
Ada lagi satu amaliyah yang menjadi adat istiadat di kalangan warga kita yaitu mushafahah (berjabat tangan) dengan peserta jamaah seusai shalat yakni sesudah salam. Mushafahah termasuk salah satu prilaku yang baik dan sunah dilakukan setiap kita bertemu dengan sesama saudara muslim, yang laki-laki bermushafahah dengan sesama laki-laki dan yang perempuan bermushafahah dengan sesama perempuan.
Jadi walaupun tidak ada dalil yang khusus menerangkan tentang masalah mushafahah ba’das shalah, namun secara umum rasulullah saw menganjurkannya. Anjuran rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam beberapa hadits, antara lain :
1. Hadits Nabi riwayat Ibnu Ady :
تَصَافَحُوْا يَذْهَب الْغِلُّ عَنْ قُلُوْبِكُمْ. رواه ابن عدي عن ابن عمر
Artinya :
“Bermushafahahlah kamu, niscaya hilang perasaan dendam/hasud dari lubuk hatimu”. (HR. Ibnu Ady).
2. Hadits nabi riwayat Ahmad dan Abu Dawud
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا. رواه أحمد وأبو داود.
Artinya :
“Tiada dua orang sesama muslim yang bertemu kemudian berjabatan tangan kecuali pasti mereka berdua diampuni kesalahannya sebelum berpisah. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Kemudian menanggapi masalah dianjurkan atau tidaknya mushafahah khusus setelah shalat, ini para ulama berbeda pendapat, sebagaimana yang ditulis oleh As-Sayyid Ba Alawi Al-Hadlrami dalam kitabnya Bughyatul Mustarsyidin hal. 50 :
(فَائِدَةٌ) الْمُصَافَحَةُ الْمُعْتَادَةُ بَعْدَ صَلاَتَيِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ لاَ أَصْلَ لَهَا، وَذَكَرَ ابْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ أَنَّهَا مِنَ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ، وَاسْتَحْسَنَهُ النَّوَوِيُّ، وَيَنْبَغِيْ التَّفْصِيْلُ بَيْنَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَمُبَاحَةٌ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَمُسْتَحَبَّةٌ، إِذْ هِيَ سُنَّةٌ عِنْدَ اللِّقَاءِ إِجْمَاعاً. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّ الْمُصَلِّيَ كَالْغَائِبِ فَعَلَيْهِ تُسْتَحَبُّ عَقِيْبَ الْخَمْسِ مُطْلَقاً. اهـ
Artinya :
“(Faidah) berjabatan tangan yang telah mentradisi setiap saat setelah Shubuh dan Ashar itu tidak ada dalil khusus yang menerangkannya. Berikut ini disebutkan beberapa pendapat para ulama kita :
1. Pendapat Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam hal itu bid’ah mubahah/boleh diamalkan;
2. Pendapat imam Nawawi : hal itu bid’ah hasanah/baik untuk diamalkan;
3. Pendapat ulama yang lain : sebaiknya ditafsil, bagi seseorang yang sudah berada di samping kita sebelum shalat, bemushafahah dengan dia hukumnya boleh, dan bagi seseorang yang sebelum shalat belum ada di samping kita, bermushafahah hukumnya sunnah, karena ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa mushafahah ketika bertemu itu hukumnya sunnah;
4. Pendapat lain : hukum seseorang yang shalat itu diqiayaskan dengan orang yang sedang ghaib/tidak berada di tempat (karena sedang bersafari rohani). Maka menurut pendapat ini sunnat hukumnya/bukan bid’ah bermushafahah setelah jamaah shalat lima waktu secara mutlak.
Nah, setelah kita simak beberapa pendapat para ulama lengkap dengan argumentasinya, jadi jelas bagi kita bahwa berdasarkan dalil qiyas, mushafahah setelah shalat itu sunnah hukukmnya (bukan bid’ah), karena –sebagaimana kita ketahui- warga NU adalah penganut Islam Ahlissunnah wal jamaah yang berpedoman pada kitabullah, (Al-Qur’an), hadits, ijma’ul ulama dan qiyasul fuqaha’.
EmoticonEmoticon