TERINDAH DARIMU"
Kunikmati udara pagi ini. Subhanallah begitu menyejukkan. Kuhela nafas panjang agar udara segar itu masuk ke dalam tubuhku, menjadi kekuatan dakwah bagiku. Hufth....segarnya. Dari kejauhan ku lihat lelaki itu lagi,lelaki yang kemarin mengantar susu untuk Nenek.
"Selamat pagi Mbak Nurul." sapanya ramah.
"Iya,s
elamat pagi
juga." jawabku menundukkan kepala setelah kusadari lelaki itu sedari tadi
telah menjatuhkan pandangannya tepat pada bola mataku.
"Nenek ada, Mbak?" tanyanya kemudian.
"Ma'af, Nenek sedang ke pasar." jawabku.
"Kalau begitu saya boleh titip ini pada Mbak Nurul?" tanyanya lagi seraya menyodorkan dua bungkus susu kedelai dalam kemasan plastik.
"Insya Allah." kuterima susu kemasan itu,namun lelaki itu tak juga beranjak dari tempatnya berdiri. Dia malah terus menatap wajahku. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.
"Maaf, apa masih ada yang bisa saya bantu?" tanyaku berharap dia tau kalau aku tak nyaman jika seseorang yang bukan muhramku berlama-lama bersamaku.
"Tidak, saya hanya ingin melihat wajah Mbak Nurul. Kenapa Mbak Nurul terus menunduk?" tanyanya sembari cengengesan.
"Dalam islam seorang wanita dan lelaki yang bukan mahram saling beradu pandang adalah haram." jawabku pada lelaki yang ku tau dia non muslim itu. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Kenapa begitu ya?" ternyata pertanyaannya masih berlanjut setelah manggut-manggut, kukira tadinya dia sudah mengerti.
"Karena syahwat bisa muncul dari pandangan." jelasku lagi.
"Mbak Nurul selalu memakai tutup kepala itu?" lanjutnya.
"Maksudnya jilbab ini?"
"Iya, itu."
Kali ini aku tersenyum mendengar pertanyaannya.
"Karena seorang muslimah harus menutupi auratnya untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang tak diinginkan."
"Kenapa demikian?" bukankah rambut adalah mahkota terindah bagi wanita ?"
"Itu sangat benar." jawabku sembari tersenyum tanpa memandangnya.
"Lalu??"
"Mahkota kami hanya untuk lelaki yang sudah menjadi mahram kami."
Dia terlihat semakin bingung,mungkin dia tak tau apa itu arti mahram. Tapi tampaknya dia tak akan menanyakannya lagi.
Semburat senja makin terlihat. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tepat. Nenek masih terlihat sibuk dengan kacang yang harus dikupasnya agar esok hari bisa di jual ke pasar. Sedang aku sibuk merapikan baju Nenek dalam lemari.
"Kamu pulang kapan,Nduk ?" tanya Nenek.
"Seminggu lagi Nek,soalnya tadi Abi udah telfon katanya seminggu lagi Mbak Silla di khitbah Mas Imam, jadi Killa harus bantu-bantu di rumah. Nenek juga disuruh ikut kesana."
"Nggak,Nenek suka pusing kalau naik kendaraan jauh." katanya seraya meneguk susu kemasan tadi pagi. Tiba-tiba aku teringat lelaki yang mengantar susu itu.
"Apa lelaki itu setiap hari mengantar susu untuk Nenek?" tanyaku beberapa saat kemudian.
"Maksud kamu Pardhan?"
Nenek meletakkan kacang dalam ember dengan rapi. Dia terlihat tersenyum cantik dengan jilbab lebar yang menutupi kepalanya.
"Pardan sudah seperti cucu Nenek sendiri,mungkin karena Nenek jauh dari Abimu. Dia yang selalu merawat nenek saat nenek sakit,dia sangat memperhatikan Nenek." senyum bahagia itu masih tersungging dibibir nenek. Aku segera menghampirinya,memeluknya dari belakang.
"Nurul juga sayang Nenek. Ma'af ya kalau Nurul tak bisa menjaga Nenek." bisikku tepat ditelinganya. Nenek membalasnya dengan senyum cantik.
Rasanya ingin selalu dekat dengan Nenek,tapi aku harus bekerja di Jakarta. itu mengharuskanku menetap disana. Tak tega rasanya membiarkan Nenek di desa ini hanya sendiri tanpa sanak saudara,untung ada Pardan yang mau memperhatikan Nenek.
"Pardan itu baik loh Nur,dia selalu memberikan apa saja yang sekiranya Nenek butuhkan. Kamu berteman saja sama dia. Ya meskipun dia non muslim,yang penting hatinya baik." ujar Nenek.
"Iya Nek, Nurul tau itu." jawabku sembari tersenyum.
Sudah 4 hari ini Pardan selalu di rumah Nenek sampai sore,alasannya sich membantu Nenek. Tapi kulihat dia lebih banyak mengusikku,diam-diam memperhatikanku,lalu mentertawaiku jika aku melakukan hal bodoh. Ternyata dia adalah lelaki yang baik,asik,dan humoris. Aku semakin tau siapa sosok Pardan sebenarnya. Lelaki yang baik, perhatian, lembut, sopan, ramah, dan...... Astaghfirullah hal'adziim, kenapa denganku ini.
"Lusa Mbak Nurul udah pulang ya?" tanyanya pagi itu sewaktu mengantarkan susu.
"Iya." jawabku datar.
Dia terdiam. Kulirik wajahnya. Ada raut sedih dalam matanya. Dua hari lagi aku akan kembali ke Jakarta. Rasanya sangat berat....meninggalkan Nenek, Desa ini, pegunungannya, sawah-sawahnya yang indah, juga aku harus jauh dari Par......hhuuuuuhhhhh,apa sih aku ini. Ya Allah,semoga ini hanya perasaanku saja. Tak ingin aku mencintai lelaki yang tak mencintai-Mu.
Hari dimana aku akan pulang pun tiba juga. Namun tak kulihat Pardan datang kemari di pagi itu. Aku menanti teman baruku itu didepan pintu rumah,namun nihil. Sampai supir datang menjemputku pun tak kulihat batang hidung Pardan.
"Jangan lagi kau tunggu dia."kata Nenek mengagetkanku.
"Maksud Nenek siapa ?" tanyaku pura-pura linglung.
"Siapa aja juga boleh." balas Nenek genit. Aku cekikikan melihat gayanya.
"Ini,Pardan hanya menitipkan surat ini untuk kamu." ujar Nenek seraya memberikan sebuah kertas berwarna pink yang dilipat dengan rapi. Dengan penasaran aku segera membaca isi kertas itu....
Teruntuk Nurul Qomariyah..
Aku telah jatuh hati padamu..
Wajahmu membuatku tak mampu melupakan cahaya yang terpancar indah dari sana..
Apakah ini cinta ??
Maaf.. Diam-diam aku memendam rasa ini.. Aku mengagumimu,Nurul. Aku kagum akan keanggunanmu.. Aku kagum akan tutur katamu yang indah.. Aku kagum pada senyummu yang penuh makna.. Aku kagum kesetiaanmu pada yang kau percaya.. Aku sungguh kagum, Killa...
Pagi ini kau akan kembali..
Namun tak sanggup aku menyaksikan kau pergi,,
ingin rasanya aku bicara tentang rasa ini tepat dihadapanmu...
Tapi agaknya aku tak berdaya..
Dengan segenap rasa yang singgah dihatiku,sudikah kau menjadi calon ibu dari anak-anakku ???
Pardan Milanisti.
Aku tersenyum membaca surat pendek itu. Hatiku sungguh bahagia. Namun aku tau jika ini hanya ujian hatiku saja,maka aku tak ingin terpedaya oleh apa yang Allah tak suka. Sebelum aku pergi kutulis surat balasan untuk Pardan.
Pardan Milanisti..
Saya telah membaca suratmu... Terimakasih untuk pernyataan itu... Aku ingin tetap setia pada penciptaku... Maka aku akan melangkah bersama orang yang juga mencintai-Nya..
Nurul Qomqriyah.
Singkat. Cukuplah itu balasan yang kukirim untuknya. Semoga dia tak tersinggung dan dapat mengerti dengan alasan yang kupunya.
Lima bulanpun berlalu. Namun aku masih belum bisa melupakan Pardan. Rindu,aku merasakan itu. Aku sungguh merasa berdosa pada-Mu,Ya Allah. Sungguhkah Kau sedang menguji hatiku ??
Di sepertiga malam aku kembali memadu romantisme dengan Sang Pencipta. Sakit, kerinduanku pada Pardan membuat dadaku begitu terasa perih. Aku rindu saat diam-diam dia memandangku, lalu mengalihkan pandangannya saat aku menyadarinya. Aku juga rindu saat melihat dia menyuapi Nenek,menghibur Nenek. Aku rindu senyumnya yang diam-diam membuat jantungku berdebar saat melihatnya. Aku benar-benar merindukannya.
"Ya Allah, jika suatu hari nanti aku harus jatuh cinta,maka cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk lebih mencintai-Mu. Namun agaknya hati ini telah Kau uji. Aku akan berusaha untuk mengatasi rasa ini, Ya Allah... Demi cintaku pada-Mu, demi kesetiaanku pada-Mu, maka permudahkan itu, Ya Allah. Izinkan aku mencintai ikhwan yang sekiranya dia mampu menjadi imamku menuju keridloan-Mu. Hamba mohon dengan sangat...." tak terasa air mataku menetes. Aku takut rasaku pada Pardan membuat cinta Allah berkurang padaku,aku benar-benar sangat takut akan hal itu.
Pagi ini hujan datang lagi. Dari kusen jendela kamar kunikmati indahnya hujan yang mampu menentramkan hatiku. Kulihat ada seorang lelaki berteduh di teras rumah. Sarung, baju takwa, dan peci yang dipakainya membuatku menerka bahwa lelaki itu baru pulang dari pengajian yang diadakan di masjid usai shubuh tadi. Namun aku tak mengenali sosok tubuhnya, karena dia membelakangi pandanganku. Sepertinya tetanggaku tak ada yang seperti itu. Lalu siapa ?? Aku segera keluar rumah untuk memastikan sosok itu. Kuhampiri lelaki berbadan tinggi semampai itu untuk menghilangkan rasa penasaranku.
"Assalamu'alaikum, akhi." sapaku agak sedikit takut.
"Wa'alaikumsalam Warohmatulloh..." jawabnya seraya membalikkan badan.
DEG...!!!!! Jantungku seakan-akan lompat dari tempatnya setelah melihat wajah itu. Pardan, itu Pardan. Bermimpikah aku ? Atau mataku sudah mulai ada gangguan ??? Dia tersenyum manis.
"Maaf Nur, tadi aku habis dari masjid. Ternyata di jalan hujan, jadi aku numpang berteduh di teras rumah kamu." jelasnya tanpa mengurangi senyumnya.
Dari masjid ??? Berteduh di rumahku ??. Ngapain dia ke masjid ?? Kok dia tau rumahku?? Aku tetap terdiam ditempatku berdiri dan tak mengeluarkan suara sedikit pun. Rasanya masih seperti tak mungkin. Lalu sarung, baju takwa, dan peci yang dikenakannya ??? Banyak tanya dalam otakku,dan aku tak sanggup menanyakannya. Rasanya bibirku mendadak keluh di hadapan makhluk bernama Pardan itu.
"Kenapa kamu diam saja?" tanyanya kemudian.
Aku hanya menggelengkan kepala. Terdiam melihat Pardan yang sibuk dengan sarungnya yang sudah basah kuyup.
"Kamu tau rumahku?" akhirnya mampu juga aku mengeluarkan suara.
"Iya,Nenek memberikan alamat rumah kamu."jawabnya ramah.
"Sejak kapan kamu di Jakarta?"lanjutku mirip polisi yang sedang menginvestigasi tersangkanya.
"Tiga bulan yang lalu. Aku bekerja disalah satu perusahaan swasta di Jakarta."
Kembali aku melihat perubahan dari penampilan Pardan. dari atas kebawah,dari bawah keatas, kuperhatikan penampilannya yang tak biasa. Pardan tersenyum melihatku.
"Aku sudah jadi muallaf, Nur." katanya. Mendengar itu aku hampir tak percaya.
"Apa ????" tanyaku memastikan bahwa apa yang kudengar saat itu memang tak salah. Pardan kembali tersenyum padaku.
"Iya, aku sudah menjadi muslim." jawabnya.
"Alhamdulillah......." aku benar-benar bahagia mendengar itu.
"Aku sadar bahwa hanya Allah lah yang pantas untuk disembah." katanya.
"Demi Allah,Par. Aku ikut senang."
Selesai juga percakapan itu setelah hujan reda. Pardan harus kembali ke kostnya. Dan aku kembali dengan keheranan keherananku selanjutnya. Pardan yang sekarang adalah seorang muslim,inikah jawaban dari doaku, Ya Allah ???.
Tiga bulan dia di Jakarta tapi tak menghubungiku,kenapa ?? Apa rasa yang dulu sudah hilang dari hatinya ? Tiba-tiba ada rasa khawatir di hatiku. Padahal tak perlulah aku memikirkan itu,yang pasti Pardan sudah menjadi seorang muslim saja aku sudah sangat bersyukur.
Selang beberapa hari kemudian Pardan mengirim sebuah pesan pendek untukku..
Assalamu'alaikum wr wb..
Nurul Qomariyah..
Tiga bulan aku telah memperhatikanmu dari jauh... Memandang seseorang yang mungkin Allah takdirkan untukku.. Aku tak tau dengan apa aku bisa pantas bersanding denganmu.. Namun aku mencoba,ukhti Nurul... Aku mencoba belajar islam seperti apa yang kau syaratkan.. Dan kau tau apa yang ku temui,ukhti ???
Keindahan...
Keajaiban...
Kasih sayang yang sesungguhnya...
Dan Allah yang kusadari telah memberiku hidup..
Hatiku tergugah ketika untuk pertama kalinya aku belajar membaca Al-Qur'an..
Al-Ikhlas,surat itu yang membuat dadaku sakit...
Surat itu yang membuat aku merasa menjadi makhluk penuh dosa...
Surat itu yang membuatku merasa bahwa memang Allah-lah Tuhanku yang sesungguhnya...
Surat itu juga yang membuat hatiku menyuruh lisan ini berucap syahadat...
Kini aku telah mampu mencintai Allah, sama seperti yang kau harapkan..
Sungguh itu mengurangi cintaku untukmu,,,
Namun benar-benar hanya kau akhwat yang singgah dihatiku,ukhti..
Maka atas nama cintaku pada-Nya, kembali kubertanya...
Apakah kau bersedia menjadi istri dariku ??
Ibu dari anak-anakku kelak ???
Menantu dari orang tuaku ???
Dan bidadari untuk dunia dan surgaku ???
Semoga Allah menjodohkan kita,ukhti Nurul..
Amiin Allahumma Amiin.
Wassalamu'alaikum wr wb,,
Moch. Pardan Milanisti
Aku bahagia membaca pesan itu. Pesan singkat,namun kurasa terlalu panjang untuk kuanggap itu singkat. Aku menghela nafas panjang. Bersyukur atas apa yang Allah berikan padaku. Bersyukur karena Allah telah menjawab doaku dengan jawaban yang lebih indah. Dan yang pasti aku bersyukur karena Allah mengizinkan Pardan menjemput hidayahnya, dan itu bukan karenaku,tapi karena firman-Nya...
Al-Ikhlas (memurnikan keesaan Allah)
1. Katakanlah : "Dialah Allah, Yang Maha Esa".
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tiada pula di peranakkan.
4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
"Nenek ada, Mbak?" tanyanya kemudian.
"Ma'af, Nenek sedang ke pasar." jawabku.
"Kalau begitu saya boleh titip ini pada Mbak Nurul?" tanyanya lagi seraya menyodorkan dua bungkus susu kedelai dalam kemasan plastik.
"Insya Allah." kuterima susu kemasan itu,namun lelaki itu tak juga beranjak dari tempatnya berdiri. Dia malah terus menatap wajahku. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.
"Maaf, apa masih ada yang bisa saya bantu?" tanyaku berharap dia tau kalau aku tak nyaman jika seseorang yang bukan muhramku berlama-lama bersamaku.
"Tidak, saya hanya ingin melihat wajah Mbak Nurul. Kenapa Mbak Nurul terus menunduk?" tanyanya sembari cengengesan.
"Dalam islam seorang wanita dan lelaki yang bukan mahram saling beradu pandang adalah haram." jawabku pada lelaki yang ku tau dia non muslim itu. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Kenapa begitu ya?" ternyata pertanyaannya masih berlanjut setelah manggut-manggut, kukira tadinya dia sudah mengerti.
"Karena syahwat bisa muncul dari pandangan." jelasku lagi.
"Mbak Nurul selalu memakai tutup kepala itu?" lanjutnya.
"Maksudnya jilbab ini?"
"Iya, itu."
Kali ini aku tersenyum mendengar pertanyaannya.
"Karena seorang muslimah harus menutupi auratnya untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang tak diinginkan."
"Kenapa demikian?" bukankah rambut adalah mahkota terindah bagi wanita ?"
"Itu sangat benar." jawabku sembari tersenyum tanpa memandangnya.
"Lalu??"
"Mahkota kami hanya untuk lelaki yang sudah menjadi mahram kami."
Dia terlihat semakin bingung,mungkin dia tak tau apa itu arti mahram. Tapi tampaknya dia tak akan menanyakannya lagi.
Semburat senja makin terlihat. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tepat. Nenek masih terlihat sibuk dengan kacang yang harus dikupasnya agar esok hari bisa di jual ke pasar. Sedang aku sibuk merapikan baju Nenek dalam lemari.
"Kamu pulang kapan,Nduk ?" tanya Nenek.
"Seminggu lagi Nek,soalnya tadi Abi udah telfon katanya seminggu lagi Mbak Silla di khitbah Mas Imam, jadi Killa harus bantu-bantu di rumah. Nenek juga disuruh ikut kesana."
"Nggak,Nenek suka pusing kalau naik kendaraan jauh." katanya seraya meneguk susu kemasan tadi pagi. Tiba-tiba aku teringat lelaki yang mengantar susu itu.
"Apa lelaki itu setiap hari mengantar susu untuk Nenek?" tanyaku beberapa saat kemudian.
"Maksud kamu Pardhan?"
Nenek meletakkan kacang dalam ember dengan rapi. Dia terlihat tersenyum cantik dengan jilbab lebar yang menutupi kepalanya.
"Pardan sudah seperti cucu Nenek sendiri,mungkin karena Nenek jauh dari Abimu. Dia yang selalu merawat nenek saat nenek sakit,dia sangat memperhatikan Nenek." senyum bahagia itu masih tersungging dibibir nenek. Aku segera menghampirinya,memeluknya dari belakang.
"Nurul juga sayang Nenek. Ma'af ya kalau Nurul tak bisa menjaga Nenek." bisikku tepat ditelinganya. Nenek membalasnya dengan senyum cantik.
Rasanya ingin selalu dekat dengan Nenek,tapi aku harus bekerja di Jakarta. itu mengharuskanku menetap disana. Tak tega rasanya membiarkan Nenek di desa ini hanya sendiri tanpa sanak saudara,untung ada Pardan yang mau memperhatikan Nenek.
"Pardan itu baik loh Nur,dia selalu memberikan apa saja yang sekiranya Nenek butuhkan. Kamu berteman saja sama dia. Ya meskipun dia non muslim,yang penting hatinya baik." ujar Nenek.
"Iya Nek, Nurul tau itu." jawabku sembari tersenyum.
Sudah 4 hari ini Pardan selalu di rumah Nenek sampai sore,alasannya sich membantu Nenek. Tapi kulihat dia lebih banyak mengusikku,diam-diam memperhatikanku,lalu mentertawaiku jika aku melakukan hal bodoh. Ternyata dia adalah lelaki yang baik,asik,dan humoris. Aku semakin tau siapa sosok Pardan sebenarnya. Lelaki yang baik, perhatian, lembut, sopan, ramah, dan...... Astaghfirullah hal'adziim, kenapa denganku ini.
"Lusa Mbak Nurul udah pulang ya?" tanyanya pagi itu sewaktu mengantarkan susu.
"Iya." jawabku datar.
Dia terdiam. Kulirik wajahnya. Ada raut sedih dalam matanya. Dua hari lagi aku akan kembali ke Jakarta. Rasanya sangat berat....meninggalkan Nenek, Desa ini, pegunungannya, sawah-sawahnya yang indah, juga aku harus jauh dari Par......hhuuuuuhhhhh,apa sih aku ini. Ya Allah,semoga ini hanya perasaanku saja. Tak ingin aku mencintai lelaki yang tak mencintai-Mu.
Hari dimana aku akan pulang pun tiba juga. Namun tak kulihat Pardan datang kemari di pagi itu. Aku menanti teman baruku itu didepan pintu rumah,namun nihil. Sampai supir datang menjemputku pun tak kulihat batang hidung Pardan.
"Jangan lagi kau tunggu dia."kata Nenek mengagetkanku.
"Maksud Nenek siapa ?" tanyaku pura-pura linglung.
"Siapa aja juga boleh." balas Nenek genit. Aku cekikikan melihat gayanya.
"Ini,Pardan hanya menitipkan surat ini untuk kamu." ujar Nenek seraya memberikan sebuah kertas berwarna pink yang dilipat dengan rapi. Dengan penasaran aku segera membaca isi kertas itu....
Teruntuk Nurul Qomariyah..
Aku telah jatuh hati padamu..
Wajahmu membuatku tak mampu melupakan cahaya yang terpancar indah dari sana..
Apakah ini cinta ??
Maaf.. Diam-diam aku memendam rasa ini.. Aku mengagumimu,Nurul. Aku kagum akan keanggunanmu.. Aku kagum akan tutur katamu yang indah.. Aku kagum pada senyummu yang penuh makna.. Aku kagum kesetiaanmu pada yang kau percaya.. Aku sungguh kagum, Killa...
Pagi ini kau akan kembali..
Namun tak sanggup aku menyaksikan kau pergi,,
ingin rasanya aku bicara tentang rasa ini tepat dihadapanmu...
Tapi agaknya aku tak berdaya..
Dengan segenap rasa yang singgah dihatiku,sudikah kau menjadi calon ibu dari anak-anakku ???
Pardan Milanisti.
Aku tersenyum membaca surat pendek itu. Hatiku sungguh bahagia. Namun aku tau jika ini hanya ujian hatiku saja,maka aku tak ingin terpedaya oleh apa yang Allah tak suka. Sebelum aku pergi kutulis surat balasan untuk Pardan.
Pardan Milanisti..
Saya telah membaca suratmu... Terimakasih untuk pernyataan itu... Aku ingin tetap setia pada penciptaku... Maka aku akan melangkah bersama orang yang juga mencintai-Nya..
Nurul Qomqriyah.
Singkat. Cukuplah itu balasan yang kukirim untuknya. Semoga dia tak tersinggung dan dapat mengerti dengan alasan yang kupunya.
Lima bulanpun berlalu. Namun aku masih belum bisa melupakan Pardan. Rindu,aku merasakan itu. Aku sungguh merasa berdosa pada-Mu,Ya Allah. Sungguhkah Kau sedang menguji hatiku ??
Di sepertiga malam aku kembali memadu romantisme dengan Sang Pencipta. Sakit, kerinduanku pada Pardan membuat dadaku begitu terasa perih. Aku rindu saat diam-diam dia memandangku, lalu mengalihkan pandangannya saat aku menyadarinya. Aku juga rindu saat melihat dia menyuapi Nenek,menghibur Nenek. Aku rindu senyumnya yang diam-diam membuat jantungku berdebar saat melihatnya. Aku benar-benar merindukannya.
"Ya Allah, jika suatu hari nanti aku harus jatuh cinta,maka cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk lebih mencintai-Mu. Namun agaknya hati ini telah Kau uji. Aku akan berusaha untuk mengatasi rasa ini, Ya Allah... Demi cintaku pada-Mu, demi kesetiaanku pada-Mu, maka permudahkan itu, Ya Allah. Izinkan aku mencintai ikhwan yang sekiranya dia mampu menjadi imamku menuju keridloan-Mu. Hamba mohon dengan sangat...." tak terasa air mataku menetes. Aku takut rasaku pada Pardan membuat cinta Allah berkurang padaku,aku benar-benar sangat takut akan hal itu.
Pagi ini hujan datang lagi. Dari kusen jendela kamar kunikmati indahnya hujan yang mampu menentramkan hatiku. Kulihat ada seorang lelaki berteduh di teras rumah. Sarung, baju takwa, dan peci yang dipakainya membuatku menerka bahwa lelaki itu baru pulang dari pengajian yang diadakan di masjid usai shubuh tadi. Namun aku tak mengenali sosok tubuhnya, karena dia membelakangi pandanganku. Sepertinya tetanggaku tak ada yang seperti itu. Lalu siapa ?? Aku segera keluar rumah untuk memastikan sosok itu. Kuhampiri lelaki berbadan tinggi semampai itu untuk menghilangkan rasa penasaranku.
"Assalamu'alaikum, akhi." sapaku agak sedikit takut.
"Wa'alaikumsalam Warohmatulloh..." jawabnya seraya membalikkan badan.
DEG...!!!!! Jantungku seakan-akan lompat dari tempatnya setelah melihat wajah itu. Pardan, itu Pardan. Bermimpikah aku ? Atau mataku sudah mulai ada gangguan ??? Dia tersenyum manis.
"Maaf Nur, tadi aku habis dari masjid. Ternyata di jalan hujan, jadi aku numpang berteduh di teras rumah kamu." jelasnya tanpa mengurangi senyumnya.
Dari masjid ??? Berteduh di rumahku ??. Ngapain dia ke masjid ?? Kok dia tau rumahku?? Aku tetap terdiam ditempatku berdiri dan tak mengeluarkan suara sedikit pun. Rasanya masih seperti tak mungkin. Lalu sarung, baju takwa, dan peci yang dikenakannya ??? Banyak tanya dalam otakku,dan aku tak sanggup menanyakannya. Rasanya bibirku mendadak keluh di hadapan makhluk bernama Pardan itu.
"Kenapa kamu diam saja?" tanyanya kemudian.
Aku hanya menggelengkan kepala. Terdiam melihat Pardan yang sibuk dengan sarungnya yang sudah basah kuyup.
"Kamu tau rumahku?" akhirnya mampu juga aku mengeluarkan suara.
"Iya,Nenek memberikan alamat rumah kamu."jawabnya ramah.
"Sejak kapan kamu di Jakarta?"lanjutku mirip polisi yang sedang menginvestigasi tersangkanya.
"Tiga bulan yang lalu. Aku bekerja disalah satu perusahaan swasta di Jakarta."
Kembali aku melihat perubahan dari penampilan Pardan. dari atas kebawah,dari bawah keatas, kuperhatikan penampilannya yang tak biasa. Pardan tersenyum melihatku.
"Aku sudah jadi muallaf, Nur." katanya. Mendengar itu aku hampir tak percaya.
"Apa ????" tanyaku memastikan bahwa apa yang kudengar saat itu memang tak salah. Pardan kembali tersenyum padaku.
"Iya, aku sudah menjadi muslim." jawabnya.
"Alhamdulillah......." aku benar-benar bahagia mendengar itu.
"Aku sadar bahwa hanya Allah lah yang pantas untuk disembah." katanya.
"Demi Allah,Par. Aku ikut senang."
Selesai juga percakapan itu setelah hujan reda. Pardan harus kembali ke kostnya. Dan aku kembali dengan keheranan keherananku selanjutnya. Pardan yang sekarang adalah seorang muslim,inikah jawaban dari doaku, Ya Allah ???.
Tiga bulan dia di Jakarta tapi tak menghubungiku,kenapa ?? Apa rasa yang dulu sudah hilang dari hatinya ? Tiba-tiba ada rasa khawatir di hatiku. Padahal tak perlulah aku memikirkan itu,yang pasti Pardan sudah menjadi seorang muslim saja aku sudah sangat bersyukur.
Selang beberapa hari kemudian Pardan mengirim sebuah pesan pendek untukku..
Assalamu'alaikum wr wb..
Nurul Qomariyah..
Tiga bulan aku telah memperhatikanmu dari jauh... Memandang seseorang yang mungkin Allah takdirkan untukku.. Aku tak tau dengan apa aku bisa pantas bersanding denganmu.. Namun aku mencoba,ukhti Nurul... Aku mencoba belajar islam seperti apa yang kau syaratkan.. Dan kau tau apa yang ku temui,ukhti ???
Keindahan...
Keajaiban...
Kasih sayang yang sesungguhnya...
Dan Allah yang kusadari telah memberiku hidup..
Hatiku tergugah ketika untuk pertama kalinya aku belajar membaca Al-Qur'an..
Al-Ikhlas,surat itu yang membuat dadaku sakit...
Surat itu yang membuat aku merasa menjadi makhluk penuh dosa...
Surat itu yang membuatku merasa bahwa memang Allah-lah Tuhanku yang sesungguhnya...
Surat itu juga yang membuat hatiku menyuruh lisan ini berucap syahadat...
Kini aku telah mampu mencintai Allah, sama seperti yang kau harapkan..
Sungguh itu mengurangi cintaku untukmu,,,
Namun benar-benar hanya kau akhwat yang singgah dihatiku,ukhti..
Maka atas nama cintaku pada-Nya, kembali kubertanya...
Apakah kau bersedia menjadi istri dariku ??
Ibu dari anak-anakku kelak ???
Menantu dari orang tuaku ???
Dan bidadari untuk dunia dan surgaku ???
Semoga Allah menjodohkan kita,ukhti Nurul..
Amiin Allahumma Amiin.
Wassalamu'alaikum wr wb,,
Moch. Pardan Milanisti
Aku bahagia membaca pesan itu. Pesan singkat,namun kurasa terlalu panjang untuk kuanggap itu singkat. Aku menghela nafas panjang. Bersyukur atas apa yang Allah berikan padaku. Bersyukur karena Allah telah menjawab doaku dengan jawaban yang lebih indah. Dan yang pasti aku bersyukur karena Allah mengizinkan Pardan menjemput hidayahnya, dan itu bukan karenaku,tapi karena firman-Nya...
Al-Ikhlas (memurnikan keesaan Allah)
1. Katakanlah : "Dialah Allah, Yang Maha Esa".
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tiada pula di peranakkan.
4. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
EmoticonEmoticon