DIDIKAN AKHIRAT

Nyai Ma’rufah binti Cholil Harun, ibunda Gus Mus, adalah orang yang diganjar tidak bisa melihat sejak Gus Mus masih belia. Maka beliau terbebas dari maksiat mata bertahun-tahun. Hari-harinya diisi dengan mendengar dan melafadzkan Al-Qur’an, menghormati tamu, dan hampir tak pernah berhenti berpuasa. Malamnya selalu dihidupkan dengan wirid dan munajat.

Tentang riyadloh kiyai Bisri bin Mustofa, sudah banyak dikisahkan dalam cerita-cerita sebelumnya. Kiyai Bisri Mustofa berani berspekulasi untuk tidak memikirkan tinggalan harta buat anak-anaknya. Pernah kiyai Bisri ditanya oleh kiyai Ali Maksum, kenapa semua karangannya diserahkan sepenuhnya kepada penerbit. “Lha anak-anak sampeyan kebagian apa?” Kiyai Bisri menjawab, “Ilmu.”

Nyai Fathimah binti Khasbulloh, ibunda kiyai Fattah juga dikenal sebagai ahli tirakat, berdzikir, dan rajin bersedekah. Ayahnya, Kiyai Hasyim bin Idris adalah pribadi yang bersahaja dan disiplin dalam pendirian. Pada suatu hari Gus Fattah pulang dipapah oleh para pengurus Pondok Tebuireng karena sakit yang dideritanya sudah dianggap parah. Baru sampai di pelataran rumah kiyai Hasyim menyambut,

“Kenapa kamu pulang?”

“Ini Kiyai, Fattah sakit lumayan parah. Kami rasa ia lebih baik istirahat dahulu di rumah untuk sementara waktu," pengurus pondok Tebuireng menjelaskan.

“Bawa dia kembali ke pondok sekarang juga !” kata kiyai Hasyim dengan nada tinggi.

“Kalau kamu di rumah, paling-paling kamu dikeloni ibumu; tapi kalau kamu tetap di pondok, kamu dikeloni malaikat!”
Previous
Next Post »