Mimpi Bilal bin Rabah r.a.
|
Beliau adalah Muazzin di zaman Rasulullah SAW, termasuk golongan sahabat yang ikut dalm perang Badar. Nabi SAW telah bersaksi atas penetapannya sebagai ahli surga. Setelah Rasulullah SAW wafat, karena tak kuat menanggung kesedihan hati akan ingatannya kepada Rasulullah SAW, Bilal pindah ke negeri Syam.
Bertahun kemudian Bilal melihat Rasulullah SAW di dalam
mimpinya di negeri Syam. Rasulullah berkata, "Kenapa kamu berlaku tidak
ramah, wahai Bilal? Bukankah kini telah datang waktunya bagimu untuk
menziarahiku?" Maka Bilal bangun dalam keadaan bersedih dan langsung
bergegas menuju kota Madinah. ia lalu mendatangi makam Rasulullah SAW dan
disana ia menangis.
Sayyidina Hasan dan
Husein datang menghampirinya, kemudian Bilal memeluk keduanya. Maka Sayyidina
Hasandan Husein berkata, "Kami sangat menginginkan engkau untuk azan di
waktu sahur." Maka demi takzimnya kepada kedua cucu Rasulullah SAW ia
naik ke atap masjid. ketika ia menyerukan "Allahu Akbar Allahu Akbar"
bergetarlah seluruh kota Madinah. Keluarlah para penduduknya berduyun-duyun
ke masjid sambil menangis tersedu-sedu karena suara Bilal mengingatkan mereka
pada kehidupan di zaman Rasul. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih
banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu.
Seminggu kemudian Bilal wafat.
(Asadul Ghabah, Ibnu Atsir). |
|
Mimpi Abul Mawahib Asy-Syadzili r.a.
|
Beliau memiliki nama
lengkap Syaikh Muhammad Abul Mawahib Asy-Syadzili, murid dari Syaikh Abu
Sa’id Ash-Shafrawi. Beliau adalah seorang ulama besar yang pernah mengajar di
Universitas Al Azhar, Mesir. Beliau sering bermimpi berjumpa dengan
Rasulullah saw.
Beliau pernah menyatakan: Aku bermimpi melihat Rasulullah saw
berada di lantai atas Universitas Al Azhar pada tahun 825 H, lalu beliau meletakkan
tangannya di dadaku dan bersabda: “Wahai anakku, ghibah itu haram hukumnya.
Tidakkah kau mendengar firman Allah SWT : Janganlah sebagian kamu
membicarakan keburukan (ghibah) sebagian yang lain.” Sedangkan disampingku
ada beberapa orang yang asyik membicarakan keburukan orang. Kemudian beliau
bersabda kepadaku: “Jika kamu tak bisa menghindari untuk mendengar
orang-orang berghibah, maka bacalah surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An-Nas,
lalu hadiahkanlah pahalanya kepada orang yang dighibah atau dibicarakan
keburukannya itu, karena (mendengarkan) ghibah dan pahala dari bacaan
tersebut berimbang.”
Beliau menyatakan bahwa suatu hari beliau terlibat perdebatan di Universitas Al Azhar dengan seseorang atas pernyataan Qasidah Al Burdah karya Imam Bushiri:
Famablaghul ilmi fihi annahu basyarun
Wa annahu khairu khalqillahi kullihimi
Puncak pengetahuan manusia tentangnya: ia adalah seorang
manusia
Tetapi sesungguhnya ia adalah makhluk Allah yang terbaik.
Ia mengatakan
kepadaku bahwa pernyataan ini tidak memiliki argumentasi. Aku sanggah
pernyataannya dan aku katakan bahwa itu telah didasarkan pada ijma’ yang tak
dapat dibantah. Tapi ia tetap tak mau menerimanya. Lalu setelah itu aku
bermimpi melihat Rasulullah saw bersama Abu Bakar dan Umar sedang duduk di samping
mimbar Universitas Al Azhar. Beliau bersabda menyambutku: “Selamat datang
kekasih kami.” Kemudian beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata:
“Tahukah kalian apa yang telah terjadi hari ini?” “Kami tidak tahu, wahai
Rasulullah,” jawab mereka. “Sesungguhnya si fulan yang celaka meyakini bahwa
para malaikat lebih utama dariku.” Mereka menyanggah dengan serentak, “Itu
tidak benar, wahai Rasulullah!” Lalu Nabi saw berkata kepada mereka: “Kasihan
keadaan si fulan yang celaka itu, ia sebenarnya tidak hidup. Sekalipun hidup,
ia hidup dalam keadaan ternista dan terhina. Namanya yang terhina membuatnya
sempit dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia meyakini bahwa ijma’ tidak
terjadi pada pengutamaanku di atas semua makhluk. Tidakkah ia tahu, bahwa
pengingkaran Mu’tazilah kepada Ahlussunah tidak dapat merusak kredibilitas
ijma’?
Beliau juga pernah berkata, “Aku bermimpi melihat Rasulullah
saw dan aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, Allah bershalawat
sepuluh kali kepada orang yang membaca shalawat untukmu satu kali. Apakah itu
bagi orang yang menghadirkan hati (khusyu’) dan perasaannya (ta’zhim)? Beliau
menjawab: “Tidak. Itu berlaku bagi orang yang membaca shalawat untukku dalam
keadaan lalai. Allah akan memberinya anugerah sebesar dan sebanyak gunung-gunung
tinggi, yaitu para malaikat akan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Adapun
kalau ia membacanya dengan menghadirkan hati (khusyu’) dan penuh rasa hormat
(ta’zhim), maka nilai pahala dari bacaan itu tidak bisa dijabarkan kecuali
oleh Allah.”
Beliau berkata lagi: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau bersabda kepadaku menjelaskan tentang diri beliau yang mulia: “Aku tidaklah mati. Kematian hanyalah sebuah ungkapan bagi ketersembunyianku dari orang yang tidak mendapatkan pemahaman dari Allah. Adapun bagi orang yang telah mendapatkan pemahaman dari Allah, maka inilah aku: aku bisa melihatnya dan ia bisa melihatku.”
Beliau menerangkan, “Siapa yang ingin bermimpi Rasulullah saw,
hendaklah ia memperbanyak bersalawat kepadanya siang dan malam, bersama
cintanya kepada para Imam yang shalih dan para wali. Jika tidak begitu, maka
pintu untuk masuk ke dalam mimpi itu akan ditutup, karena mereka adalah
pemimpin manusia, sementara itu Tuhan kita akan murka karena kemurkaan
mereka, demikian pula Rasulullah saw.”
(Afdhalish Shalawat Ala Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).
|
EmoticonEmoticon