ALLAH LAH SEBAIK-BAIK SUTRADARA

Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani
miskin yang hidup dengan seorang putera nya.
Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang
sehari-hari membantu mereka menggarap ladang
mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda
pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari
begitu saja dari kandang menuju hutan.
Orang-orang di kampung yang mendengar berita
itu berkata: "Wahai Pak Tani, sungguh malang
nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau
beruntung? Aku tidak tahu".
Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali
ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar
dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak
seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan
yang gagah perkasa. Orang-orang dari kampung
berbondong datang dan segera mengerumuni
"koleksi" kuda-kuda yang berharga mahal tersebut
dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera
menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi,
untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun
menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya
menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu
kuda tua nya.
Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa
itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh beruntung
nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau
beruntung? Aku tidak tahu".
Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan
penuh semangat berusaha menjinakan kuda baru
nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat,
sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya.
Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa
itu berkata: "Wahai Pak tani, sungguh malang
nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau
beruntung? Aku tidak tahu".
Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut
untuk menyembuhkan patah kakinya. Perlu waktu
lama hingga tulangnya yang patah akan baik
kembali. Keesokan harinya, datanglah Panglima
Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan
seluruh pemuda untuk bergabung menjadi
pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di
tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib
bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak
Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat.
Orang-orang di kampung berurai air mata melepas
putra-putra nya bertempur, dan berkata: "Wahai
Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!".
Pak tani hanya menjawab, "Malang atau
beruntung? Aku tidak tahu".
Kisah di atas, mengungkapkan suatu sikap yang
sering disebut: non-judgement. Sebagai manusia,
kita memiliki keterbatasan untuk memahami
rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha
Sutradara. Apa-apa yang kita sebut hari ini sebagai
"kesialan", barangkali di masa depan baru ketahuan
adalah jalan menuju "keberuntungan" . Maka
orang-orang seperti Pak Tani di atas, berhenti
untuk "menghakimi" kejadian dengan label-label
"beruntung", "sial", dan sebagainya.
Karena, siapalah kita ini menghakimi kejadian yang
kita sunguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya
nanti. Seorang karyawan yang dipecat perusahaan
nya, bisa jadi bukan suatu "kesialan", manakala
ternyata status job-less nya telah memecut dan
membuka jalan bagi diri nya untuk menjadi boss
besar di perusahaan lain.
Maka berhentilah menghakimi
- tentang apa yang terjadi hari ini
- kejadian PHK , perselisihan dengan teman ,
Mutasi tugas dan apapun namanya . . . yang
selama ini kita sebut dengan "kesialan" , "musibah "
dll , karena .. sungguh kita tidak tahu apa yang
terjadi kemudian dibalik peristiwa itu.
"Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan
takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat
diciptakan bukan untuk dilabuhkan di satu dermaga
saja."
Previous
Next Post »