PERTANYAAN :
apa hukum memakai cadar dan jilbab
JAWABAN :
>> Ilman Nafi'an
aurat wanita d luar shalat kpd laki2 lain (ajnabi/ ghoiru mahram) adlah seluruh badan kecuali wajah dan kdua tlapak tangan ktk tdk kuatir fitnah,tp jika kuatir akan fitnah maka haram mlhat keduanya.
secra mendasar seorang wanita tdk d wajibkan menutui wajahnya melainkan bhwa hal itu menutupi wajah hukumya sunnah bg wanita dan mrupakan maslahah umum agar tdk timbul fitnah sdangkan bg laki2 tdk d perbolehka n mlhat perempuan secara mutlaq.kar ena inilah kaum wanita wajib menutupi wajahya demi menutup jalan dari perbuatan dosa kaum laki2 dan agar terhindar dr unsur menolng dlm kemaksiata n sebab mlhatya laki2 lain kpd perempuan secra mutlaq.
i'anatut tholibin 3/229.
hasyiyah bujairimi 3/272
>>
Menurut pendapat yang mu’tamad (terkuat dan terpercaya ) aurat wanita dalam penglihata n lelaki lain keseluruha n tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya sehingga haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu daru tubuhnya dan wajib bagi wanita menutup tubuhnya dari lelaki lain, sedang menurut pendapat lainnya wajah dan telapaknya boleh terbuka dan juga bagi lelaki lain melihatnya .
و منها : المرأة في العورة لها أحوال : حالة مع الزوج : و لا عورة بينهما و في الفرج وجه و حالة مع الأجانب : و عورتها كل البدن حتى الوجه و الكفين في الأصح و حالة مع المحارم و النساء : و عورتها ما بين السرة و الركبة و حالة في الصلاة :
و عورتها كل البدن إلا الوجه و الكفين و صرح الإمام في النهاية : بأن الذي يجب ستره منها في الخلوة هي العورة الصغرى و هو المستور من عورة الرجل
1. Bersama suami :
Tiada batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas terbuka kecuali bagian FARJI (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan pendapat di antara Ulama
2. Bersama lelaki lain :
Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan telapaknya boleh terbuka
3. Bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita :
Auratnya diantara pusar dan lutut
4. Di dalam sholat :
Seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya
5. Saat sendiri :
Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaaj aurat wanita saat sendiri adalah 'aurat kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang lelaki (antara pusar dan lutut)
Asybaah wa An-Nadhooi r I/410
أمَّا عَوْرَتُهَ ا خَارِجَ الصَّلَاةِ بِالنِّسْب َةِ لِنَظَرِ الْأَجْنَب ِيِّ إلَيْهَا فَهِيَ جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّ يْنِ ، وَلَوْ عِنْدَ أَمْنِ الْفِتْنَة ِ ، وَلَوْ رَقِيقَةً فَيَحْرُمُ عَلَى الْأَجْنَب ِيِّ أَنْ يَنْظُرَ إلَى شَيْءٍ مِنْ بَدَنِهَا وَلَوْ قُلَامَةَ ظُفْرٍ مُنْفَصِلً ا مِنْهَا ، وَالْعِبْر َةُ بِوَقْتِ النَّظَرِ
Sedang auratnya diluar shalat dengan dinisbatka n penglihata n lelaki lain padanya adalah keseluruha n tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya meskipun saat aman dari fitnah dan meskipun ia budak sahaya.
Maka haram bagi lelaki lain melihat sesuatu dari tubuhnya meskipun potongan kuku yang terpisah darinya, sedang yang dipertimba ngkan adalah saat melihatnya .
Tuhfah al-Habiib II/172
وبحضرة الأجانب جميع بدنها . وقال الرافعي : يجوز النظر من الأجنبية لوجهها وكفيها من غير شهوة وكذا مذهب المالكية
Auratnya didekat lelaki lain keseluruha n tubuhnya,
Imam ar-Rofi’i berkata “Boleh melihat wajah dan telapak tangan wanita lain dengan tanpa disertai syahwat, yang demikian juga merupakan madhab Malikiyyah ”
Tuhafah al-Habiib II/106
(وإنما حرم نظرهما الخ) أي الوجه والكفين من الحرة ولو بلا شهوة، قال الزيادي في شرح المحرر بعد كلام: وعرف بهذا التقرير أن لها ثلاث عورات عورة في الصلاة وهو ما تقدم، وعورة بالنسبة لنظر الاجانب إليها جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد، وعورة في الخلوة وعند المحارم كعورة الرجل اه.
Sesungguhn ya diharamkan melihat wajah dan telapak tangannya meskipun tanpa disertai syahwat,
berkata az-Ziyaadi “Dengan demikian dapat disimpulka n auratnya terbagi tiga :
1. Saat shalat yakni seperti keterangan yang telah lewat (seluruh tubuhnya kecualai wajah dan telapak tangannya) ,
2. Saat dinisbatka n penglihata n lelaki lain yakni keseluruha n tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad
3, Saat bersama mahram serta saat sendiri seperti auratnya orang lai-laki (anggauta antara pusat dan lutut).
Hawaasyi as-syarwaa nyi II/112
رابعتها جميع بدنها حتى قلامة ظفرها وهي عورتها عند الرجال الأجانب فيحرم على الرجل الأجنبي النظر إلى شيء من ذلك ويجب على المرأة ستر ذلك عنه
Auratnya yang keempat adalah keseluruha n tubuhnya hingga potongan kukunya yakni auratnya saat bersama lelaki lain, maka haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu daru tubuhnya dan wajib bagi wanita menutup tubuhnya dari lelaki lain.
Nihaayah az-Zain I/47
Wallaahu A'lamu Bis Showaab
>>
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurka n) dan menjadi wajib jika dikhawatir kan menimbulka n fitnah.
* Asy Syaranbala li berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddi n berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulka n fitnah, dilarang menampakka n wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya , boleh, bahkan dianjurkan ” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakka n, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakka n wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatir kan menimbulka n fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapa t bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurka n) dan menjadi wajib jika dikhawatir kan menimbulka n fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapa t seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakka n dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan . Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-l ezat, maka hukumnya haram, sebagaiman a haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapka n oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakka n wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanya kan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan) ” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulka n fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakka n wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuila h, jika dikhawatir kan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaska n pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutka n pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukka n pandangann ya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyy ah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaima na telah dijelaskan - yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulka n fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulka n kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatu l Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakka n perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakka n apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakka n lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaska n matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها » “’Keduanya , yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi”
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-teng ah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-teng ah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-teng ah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya , seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintah kan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakka n aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُن َّ وَلَا تَبَرَّجْن َ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِ يَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-ruma h kalian dan janganlah kalian ber-tabarr uj sebagaiman a yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu ’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintah kan para wanita untuk berhijab. Ini membuktika n bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu ’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallah u’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِ بْنَ بِخُمُرِهِ نَّ عَلَى جُيُوبِهِن َّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَ ّ فَشَقَّقْن َهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِ ي فَاخْتَمَر ْنَ بِهَا
“(Wanita-w anita Muhajirin) , ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudun g dengannya. ” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukka n bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aura t mereka sehingga mereka menggunaka n kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan , dan sebagian lagi berpendapa t hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-teng ah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikuta n budaya negeri arab.
EmoticonEmoticon