Thariqat adalah Benteng Terakhir Nahdatul Ulama



KH Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya atau yang akrab disapa Habib Luthfi adalah pemimpin perkumpulan tarekatdalam Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) saat ini

MEREKA yang belajar thariqah(Tarekat Mu'thabaroh) secara sungguh-sungguh dan istiqomah serta penuh khidmat kepada Guru Mursyidnya, maka hatinya akan bersih. Kejujuran selalu mengemuka. Setiap tutur kata yang keluar dari mulut disertai kesantunan. Tak ada niat buruk apalagi menyakiti.
Kemunculan thariqah, dikutip dari profil thariqah An-Nahdliyah, mulai ada sejak zaman Nabi Muhammad. Segala perilaku kehidupan nabi saat itu menjadi dasar praktik kehidupan rohani para pengamal thariqah. Turun temurun dilakukan hingga sekarang ini. An-Nahdliyah merupakan badan otonom Nahdatul Ulama (NU) di Kaltim.Thariqah atau tarekat hakekatnya merupakan ilmu untuk mengetahui hal ihwalnya nafsu dan sifat-sifatnya. Mana yang tercela kemudian dijauhi dan ditinggalkan. Mana yang terpuji kemudian diamalkan. Dalam pengertian lain, tarekat adalah laku tertentu bagi seseorang untuk menempuh jalan menuju Tuhan. Menapaki setapak demi setapak dan naik ke tempat-tempat mulia.Di 1957, Nahdatul Ulama membentuk organisasi tarekat di Magelang, Jawa Tengah. Tokoh pendirinya antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, KH Idham Cholid, KH Masykur, KH Muslih, dan KH Nawawi. Saat itu ilmu tarekat sudah ada dan alirannya telah berkembang. Di Indonesia, tarekat sudah ada sejak penyebaran Islam oleh Wali Sanga. Hingga kini telah berkembang menjadi 43 aliran.
“Kalau dijelaskan kapan tarekat masuk ke Indonesia, ya sejak Islam masuk, yang membawanya Wali Sanga. Sedangkan untuk organisasinya di Kaltim baru masuk pada tahun 1980-an. Fungsi organisasinya yakni menghimpun, membina, dan mengorganisasi aliran-aliran yang ada ini,” tutur Syahruddin Tarmidji, Ketua Thariqah An-Nahdliyah, kepada Kaltim Post, Jumat (10/8) lalu.
Untuk di Kaltim, kata Syahruddin, sedikitnya ada delapan aliran tarekat. Tersebar di seluruh kabupaten/kota. Tarekat Naqsyabandiah merupakan aliran yang paling luas penyebarannya. Selain itu ada tarekat Qodiriah. Kemudian ada penggabungannya yakni tarekat Qodiriah wa Naqsabandiyah. Masing-masing memiliki amalan tersendiri dari para gurunya.
“Masih banyak lagi aliran tarekat. Tarekat sendiri bukan organisasi. Tetapi berupa paguyuban bahkan perorangan. Semua berdasarkan apa yang diajarkan rasul Muhammad. Mereka yang ingin masuk ke tarekat harus melalui baiat,” ujarnya.
Baiat dijelaskan Syahruddin dalam arti sebuah janji dan komitmen. Seseorang yang masuk tarekat harus mampu melaksakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Salat lima waktu dan berpuasa adalah hal yang pokok.
“Akhirnya, karena hanya ikut-ikutan saja, banyak sempalan-sempalan. Merasa kalau sudah dibaiat itu tidak perlu lagi salat. Hanya mengincar keuntungan pribadi. Misal harus membayar ketika dibaiat. Padahal tidak ada yang namanya membayar kalau mau masuk tarekat,” tuturnya.
Kata Syahruddin, sempalan-sempalan ini yang membahayakan masyarakat. Padahal tujuan tarekat sendiri untuk membersihkan hati pada diri seseorang. Sehingga dalam setiap perkataan dan perilakunya harus sesuai dengan apa yang diamalkan Nabi Muhammad.
“Banyak yang menganggap kalau masuk tarekat sudah dijamin masuk surga. Wah, kacau kalau begitu,” lanjutnya.
Pengaruh tarekat di Kaltim sebutnya sudah menjadi hal yang luar biasa. Organisasi tarekat selama ini memang belum melakukan pendataan berapa jumlah pengikut mereka. Namun diperkirakan puluhan ribu orang, termasuk pejabat dan pengusaha kaya.
“Dahulu orang-orang berduit mencari ketenangan jiwa dengan cara jalan-jalan ke luar negeri. Ternyata jiwanya belum tenang. Lambat laun mereka pun sadar, dengan berzikir, salawat kepada nabi, bisa membantu ketenangan jiwa. Dari sini banyak golongan pejabat dan orang-orang itu yang mengamalkan amalan tarekat,” ujarnya.
Seseorang yang mampu mengamalkan ilmu tarekat tidak mencurigai seseorang tanpa dasar yang kuat. Kebenaran harus ada. Sehingga dampaknya ialah kedamaian. “Kalau semua orang mampu mengamalkannya, damailah dunia ini,” ujarnya.

Peran tarekat dalam sebuah masyarakat diungkapkan Syahruddin sungguh besar. Meski di Kaltim belum terlihat, namun secara tidak langsung mengubah cara hidup seseorang yang mengamalkannya. Lain halnya yang sudah dilakukan sebuah pondok pesantren yang ada di Jawa Barat*. Pesantren yang juga mengurus dan merehabilitasi para pecandu narkoba.(*Pesantren Suryalaya Tasikmalaya,Jawa Barat selaku pusat Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah PP.Suryalaya juga mengkoordinir bidang Inabah yaitu pondok yang dikhususkan untuk rehabilitasi pecandu Narkoba yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan beberapa provinsi serta di mancanegara yakni di Singapura dan Malaysia,ket. oleh dokumen pemuda tqn suryalaya)

“Saya pernah berkunjung dan menginap di sana. Melihat bagaimana narkoba benar-benar merusak generasi muda. Ini yang saat ini kami perjuangkan. Salah satunya melalui MUI (Majelis Ulama Indonesia),” ujarnya yang kini juga menjadi pengurus di MUI Kaltim.
Perkembangan tarekat di Kaltim ternyata banyak mengalami kendala. Salah satunya dan utama yakni faktor geografis. Jalan-jalan trans Kaltim yang rusak menjadikan mobilitas dalam penyebaran tarekat terhambat. Meski setiap kabupaten/kota hingga kecamatan, pengurusnya sudah terbentuk.
“Tarekat menjadi benteng terakhir di NU. Menjadi tempat pembentukan akhlak manusia. Jangan sampai generasi muda Indonesia rusak. Apalagi dalam perkembangan informasi yang terbuka dan bebas ini, remaja menjadi lebih berani dalam berbuat maksiat. Narkoba menjadi ancaman serius. Kalau tidak segera diberantas, maka 10 tahun lagi generasi muda bisa rusak. Padahal lewat mereka Indonesia bisa maju dan berkembang,” ungkapnya. (rdh/wan)

Previous
Next Post »