Tips Jitu Mencegah Penularan HIV/AIDS


Ada beberapa tips yang jitu untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang bisa dijalankan oleh kita. Tips itu, sebagaimana diuraikan oleh Ikhsanuddin dan Mirna Amir, antara lain adalah: 1) Hindari berbagai penggunaan jarum suntik, baik itu penggunaan secara bersamaan untuk penindakan, pemakaian narkoba, maupun membuat tato. 2) Bagi wanita yang hamil/menyusui, berhati-hatilah dengan resiko penularan terhadap anak Anda dengan tidak memberikan ASI kepada mereka. 3) Hindari penularan melalui transfusi darah dengan memastikan trasnfusi yang aman.9)

Sedangkan menurut Ali Mustafa Yaqub, dalam karyanya Makan Tak Pernah Kenyang, tepatnya di sub judul Peran Ulama dalam Menanggulangi HIV/AIDS, diantara tips jitu untuk menanggulangi penyakit ini adalah dengan setia pada suami atau istri, menggunakan alat kontrasepsi/kondom ketika melakukan seks dan jangan berhubungan seks dengan orang lain (bukan suami atau istri) atau menggunakan rumus ABCD (abstain: tidak melakukan seks bebas; be faithfull: setia pada pasangan; condom: menggunakan alat kontrasepsi; Don’t inject: tidak menggunakan jarum suntik).10)

Sementara Mejlis Ulama Indonesia (MUI) pada 24 Juni 1997 telah memberikan petunjuk untuk pencegahan HIV/AIDS, baik bagi yang belum terkena tapi berpotensi terkena HIV/AIDS, maupun yang sudah terjangkit virus HIV/ADIS.

A.    Untuk Orang yang Berpotensial HIV/AIDS.
1.    Wajib memeriksakan kesehatan dirinya untuk mengetahui apakah ia positif atau negative terkena virus HIV.AIDS.
2.    Suami istri dalam keadaan darurat agar menggunakan alat pelindung (condom).
3.    Pasangan yang akan menikah wajib memeriksakan kesehatannya untuk mengetahui apakah positif atau negatif terkena virus HIV/AIDS.11)
B.    Untuk yang Positif Terkena Virus HIV/AIDS.
1.    Bagi yang lajang agar melakukan puasa seks. Melanggar ketentuan ini bukan saja dosa karena perzinahan, akan tetapi juga berdosa besar karena menyeret orang lain ke dalam bahaya yang mengancam jiwanya.
2.    Bagi yang berkeluarga wajib memberi tahu pasangannya (suami/istri) secara bijak perihal penyakit yang dideritanya, serta akibatnya.
3.    Bagi yang sudah berkeluarga wajib melindungi pasangannya dari penularan penyakit yang dideritanya.
4.    Bagi yang lajang maupun yang sudah berkeluarga diharamkan melakukan segala sesuatu yang dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain, misalnya mendonorkan darah. Hal ini berdasarkan Hadis Rasulullah Saw: “Tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak boleh membalas dengan membahayakan orang lain.” (HR. Imam Malik dan Imam Ibn Majah).
5.    Bagi pengidap HIV/AIDS dan penderita AIDS wajib memberitahukan kesehatannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan jaminan kesehatan.12)

Masalah yang Berhubungan dengan Penderita HIV/AIDS
Dijelaskan oleh Ali Mustafa Yaqub, ada beberapa hal yang biasanya terkait dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS), terutama yang menyangkut masa depan kehidupannya. Misalnya,
1.    Euthanasia (menyuntik mati). Euthanasia tidak dibenarkan atas penderita AIDS baik euthanasia aktif maupun pasif. Dalil-dalil yang melarang hal ini antara lain:
a.    Hidup dan mati itu di tangan Allah. Allah SWT berfirman: “Allah yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs. al-Mulk: 2).
b.    Islam melarang bunuh diri dan membunuh orang lain, kecuali dengan hak. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh diri kalian sendiri, karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kalian” (Qs. an-Nisa: 29) dan “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar” (Qs. al-An’am: 151).
c.    Islam memerintahkan untuk bertaubat dan melarang putus asa sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: “Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan suatu penyakit kecuali ada obatnya.” (H.R. Hakim).13)
d.    Islam memerintahkan sabar dan tawakkal menghadapi musibah. Allah SWT berfirman: “Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman:17).
e.    Islam memerintahkan istighfar dan berdo’a sebagaimana firman-Nya: “Dan (orang muttaqin itu adalah) juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri (seperti berzina) mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah?  Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahuinya.” (Qs. Ali Imran: 135).
f.    Penggunaan qiyas yakni mengqiyaskan penderita HIV/AIDS dengan wanita hamil yang kandungannya membahayakan jiwa calon ibu, karena sama daruratnya adalah tidak tepat karena penderita HIV/AIDS belum memenuhi keadaan darurat untuk tindakan euthanasia.14)
2.    Perkawinan Penderita HIV/AIDS
Perkawinan antara seorang yang menderita HIV/AIDS dan orang yang tidak terkena virus HIV/AIDS.
a.    Apabila HIV/AIDS dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan (maradh daim), maka hukumnya makruh. Menurut Ali Mustafa Yaqub, ada keterangan yang menyatakan bahwa “keadaan kedua yaitu laki-laki yang mempunyai biaya perkawinan namun dia tidak perlu menikah, baik karena ketidakmampuannya melakukan hubungan seksual sebab kemaluannya putus atau impoten maupun karena sakit kronis dan lain sebagainya sepertinya juga makruh untuk menikah.” Ada pula dalam keterangan lain: “Menurut Mazhab Imam Syafi’I, orang yang sakit seperti lanjut usia atau sakit kronis atau impoten yang tidak sembuh atau hilang dzakar dan buahnya sehingga tidak mempunyai nafsu birahi lagi, maka makruh menikah.”
b.    Apabila HIV/AIDS selain dianggap penyakit yang tidak bisa disembuhkan, juga diyakini membahayakan orang lain (tayaqqun al-idhrar), maka haram hukumnya. Nabi Muhammad Saw: “Adapun laki-laki yang tidak mempunyai kemampuan dari segi biaya pernikahan dan kewajiban-kewajibannya, hendaklah berpuasa, karena puasa dapat memutuskan keinginannya untuk hubungan seksual.” (HR. Abu Dawud)”15)
3.    Perkawinan antara dua orang yang sama-sama menderita HIV/AIDS hukumnya boleh.
4.    Fasakh perkawinan karena HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS dapat dijadikan alasan untuk menuntut perceraian, apabila salah satu diantara keduanya ada yang menderita penyakit tersebut. Hal berdasarkan keterangan: “Apabila suami mendapatkan istri gila, menderita penyakit kusta (lepra), baros (belang) atau ratqa’ (kemaluannya tertutup) atau qarna’ (pada kemaluannya terdapat daging), sehingga menghalangi persetubuhan, maka suami mempunyai hak untuk fasakh.” “Apabila istri mendapatkan suaminya gila, menderita penyakit kusta, baros atau majbub (kemaluannya terputus), atau anin’ (impoten), maka istri mempunyai hak untuk fasakh.”
5.    Memakai alat pencegahan penularan HIV/AIDS dalam hubungan seksual. Suami atau istri yang menderita HIV/AIDS dalam melakukan hubungan seksual di ajibkan menggunakan alat, obat atau cara yang dapat mencegah penularan. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan orang lain dan tidak boleh membalas dengan membayakan orang lain.” (HR. Imam Malik). Disamping itu, suami atau istri yang menderita penyakit HIV/AIDS sebaiknya berusaha untuk tidak mempunyai keturunan.
6.    Pengguguran janin bagi ibu yang menderita HIV/AIDS. Apabila seorang ibu menderita HIV/AIDS hamil, maka ia tidak boleh menggugurkan kandungannya, berdasarkan firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.” (Qs. al-isra: 31).
7.    Wanita penderita HIV/AIDS yang hamil karena berzina. Wanita penderita HIV/AIDS yang hamil karena berzina perlu dirawat dengan baik dalam rangka menyadarkan dirinya untuk bertaubat. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt: “Dan sungguh Kami telah memuliakan anak Adam.” (Qs. al-Isra: 70) dan Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang wanita al-Ghamidiyah yang hamil karena berzina di mana Nabi Muhammad Saw menyuruh walinya untuk berbuat baik kepadanya. Diceritakan, seorang perempuan dari Juhainah menghadap Nabi Muhammad Saw dan mengaku telah berbuat zina. Ia mengatakan: “Saya telah melakukan perbuatan yang menyebabkan saya dihukum had”. Rasulullah Saw memanggil walinya dan mengatakan kepada walinya: “Perlakukanlah perempuan ini dengan sebaik-baiknya. Setelah ia melahirkan bayinya, maka bawalah ia kembali kepada saya.” (HR. Muslim).16)
8.    Khitan bagi anak penderita HIV/AIDS. Anak yang menderita HIV/AIDS tetap wajib dikhitan, sepanjang hal itu tidak membahayakan dirinya, dan proses khitannya dilakukan oleh tim medis/para medis yang terlatih untuk menghindari penularan.
9.    Menolong penderita HIV/AIDS yang mengalami kecelakaan. Penderita HIV/AIDS yang mengalami kecelakaan, ketabrak mobil di jalan raya, tetap wajib ditolong dan dengan tetap mewaspadai penularan dengan nenggunakan alat pencegahnya.17)

Data Penderita HIV/AIDS
Dalam karyanya Berusaha Bersama Mencegah HIV/AIDS: Kisah SMU Pinggiran Jombang, Abdul Waidl dkk menjelaskan, bahaya virus HIV/AIDS juga mengancam negara-negara muslim. Negara-negara Islam yang tersebar di seluruh dunia mempunyai warga negara yang terkena virus HIV/AIDS. Mulai dari Albania, Turki di Eropa, Afrika Utara, Teluk Persia, Malaysia, serta Indonesia di Asia Tenggara. Virus HIV/AIDS mulai menyebar di lingkungan muslim dari Afrika Utara, Timur Tengah, hingga ke Asia dengan jumlah mencapai jutaan orang.

Jumlah pasien di negara-negara muslim bertambah dengan sangat mengejutkan dan sekaligus mengkawatirkan. Misalnya: di Arab Saudi, negara dimana agama Islam berasal, ini mengumumkan terdapat warga yang terinfeksi virus HIV/AIDS sebanyak 6.787 hingga Desember 2003. Jumlah ini lima kali lipat lebih tinggi dari pada jumlah kasus yang dilaporkan setahun sebelumnya di awal Agustus 2002.18) Di negara-negara Timur Tengah sendiri di tahun yang sama diperkirakan sebanyak 750.000 orang telah terjangkit HIV/AIDS. Di Malaysia pada tahun 2003 saja telah memiliki sekitar 75.000 orang yang melaporkan kasus HIV-AIDS. Ini meningkat dari 54.000 pada Juni 2002.

Tingkah laku berbagi jarum suntik sesama pecandu narkoba adalah penyebab paling banyak, disusul perilaku heteroseksual. Di Mesir, di mana negeri ini menjadi tujuan utama para mahasiswa Islam untuk menuntut ilmu, jumlah orang yang mempunyai penyakit HIV/AIDS adalah 1.200 orang. Di Kashmir, India dengan 10 juta penduduk sebagian besar terdiri dari umat Islam, memiliki sekitar 20.000 kasus HIV/AIDS hingga akhir Desember 2009 mencapai 18.442 orang di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota dengan rasio 3 banding 1 antara laki-laki dan perempuan.19) Pada 2005 yang lalu, Departemen Keseahatan RI menyatakan bahwa jumlah pasien HIV/AIDS yang melapor telah mencapai 7.098 orang yang terdiri dari 3.740 kasus HIV positif dan 3.358 stadium AIDS. Demikian jumlah itu belumlah menunjukkan angka sebenarnya. Laporan WHO memperkirakan bahwa angka sebenarnya adalah sekitar 193.000 orang. Banyak penderita HIV yang tidak melapor atau bahkan tidak mau ikut tes HIV, karena informasi yang benar dan tempat belum sepenuhnya ditangkap oleh masyarakat. Adanya diskriminasi agama dan sosial juga semakin menyembunyikan jumlah kasus yang sebenarnya.

Berikut adalah jumlah ODHA di Indonesia sebagaimana dilaporkan Departemen Kesehatan RI per 1 April 1987-30 Juni 2005 berdasarkan provinsi.20)

NO    PROVINSI    HIV +    AIDS    JUMLAH    MENINGGAL
1.    DKI Jakarta    1.496    1.611    3.107    281
2.    Papua    633    435    1.068    108
3.    Jawa Timur    283    255    538    78
4.    Bali    367    165    523    39
5.    Jawa Barat + Banten      192    191    382    45
6.    Riau + Kepulauan Riau    206    113    319    48
7.    Kalimantan Barat    83    107    190    27
8.    Sumatra Utara    65    111    176    36
9.    Sumatra Selatan + Bangka Belitung    75    52    127    16
10.    Jawa Tengah    78    48    126    29
11.    Sulawesi Utara + Gorontalo    6    74    80    31
12.    Maluku    34    45    79    29
13.    Yogyakarta    30    18    48    7
14.    Lampung     20    27    47    6
15.    Sulawesi Selatan     32    14    46    12
16.    Kalimantan Timur    35    7    42    5
17.    Nusa Tenggara Timur    13    29    42    4
18.    Nusa Tenggara Barat    12    26    38    9
19.    Jambi    17    14    31    6
20.    Kalimantan Tengah    27    1    28    1
21.    Bengkulu    10    8    18    1
22.    Sumatra Barat     9    7    16    5
23.    Kalimantan Selatan     4    3    7    2
24.    Sulawesi Tenggara    7    0    7    0
25.    Sulawesi Tengah     4    2    6    1
26.    Aceh    1    3    4    1
27.    Maluku Utara    0    1    1    1
TOTAL    3.739    3.358    7.097    828

AIDS dan Kutukan
Dalam wacana umat Islam, HIV/AIDS sering dikaitkan dengan penyakit kutukan dari Tuhan. Ini dikaitkan dengan cerita yang pernah dialami oleh Nabi Ayub A.S. Keadaan dirinya digambarkan seperti daun yang dimakan ulat atau kulitnya langsung terkelupas ketika disentuh. Bahkan seluruh rangkaian fisiknya sangat lemah, sehingga tinggal hatinya saja yang dapat dimanfaatkan untuk beribadah dan memuji Allah SWT. Karena penyakit tersebut, Nabi Ayyub A.S. mendapatkan hinaan luar biasa dari masyarakat. Beliau dijauhkan dari pergaulan sosial dan dikucilkan di rumahnya sendiri. Bahkan masyarakat sekeliling berhasil membujuk istrinya untuk meninggalkannya.

Sebagaimana AIDS, klaim penyakit kutukan yang dialami Nabi Ayyub itu tidak benar. Dalam banyak keterangan, jelas sekali bahwa tidak satu penyakitpun yang bersifat kutukan dari Tuhan. Penyakit tersebut lebih bijak dipahami dalam konteks ujian dan cobaan. Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa kesembuhan dari penyakit semisal demam, merupakan pengguguran dosa-dosa, melalui refleksi mendalam tetang nikmat kesehatan di masa sakit. Menurut pakar tafsir Wahbah al-Zuhaili, penyakit yang menimpa Nabi Ayyub bukan kutukan yang menyebabkan ia terkucilkan dari masyarakat. Yang diderita Nabi Ayyub tidak lebih dari penyakit kulit yang bisa sembuh hanya dengan mengoleskan air biasa. Sedangkan HIV/AIDS sering dilihat sebagai akibat dari hubungan seksual yang haram, baik karena tidak melalui perkawinan yang sah maupun karena hubungan seksual.

Ada rujukan ayat al-Qur’an mengenai kutukan akibat hubungan homoseksual ini, yaitu kisah Nabi Luth. Dalam fiqh, homoseksual disebut liwath yang diambil dari kata Luth. Pendekatan atas persoalan ini biasanya melalui moral keagamaan dan cara penanganannya pada tingkat praktis adalah dengan  menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari perbuatan zina dan menutup semua tempat-tempat prostitusi. Banyak yang kurang tahu bahwa pihak yang juga terkena inveksi virus HIV/AIDS ini adalah perempuan yang baik-baik dan anak-anak yang tidak berdosa. Penularan HIV juga bisa terjadi karena hubungan seks yang halal, ketika salah satu pasangan suami atau istri mengidap virus ini. Berdasarkan fakta-fakta bahwa pihak yang terkena virus HIV ini tidak hanya orang-orang yang melanggar norma agama, melainkan juga para istri-istri yang baik dan anak-anak, maka generalisasi kutukan terhadap HIV/AIDS sesungguhnya tidak tepat. Tuhan pasti tidak akan mengutuk mereka yang tidak berdosa.21)

Yang pasti, kita semua, terutama kalangan remajanya, harus senantiasa menjalankan kehidupan yang sesuai norma-norma agama dan masyarakat, sehingga pergaulanan kita bisa terkontrol oleh norma-norma itu. Harapannya, dengan kontrol moral yang ketat ini ancaman bahaya HIV/AIDS akan menjauh dari kehidupan kita. Wa Allah a’lam.[]

Cikulur, 11 Maret 2013

END NOTES
*) Makalah disampaikan pada Halqah Remaja “Triple Ing Community” (Triping.Com), Jum’at, 15 Maret 2013, di Pondok Baca Qi Falah Cikulur Lebak Banten.
**) Aktivis Triple Ing Community, Penyiar Radio Qi FM 107.07 dan Siswi Kelas X-A SMA Qothrotul Falah.
1)    Ikhsanudin dan Mirna Amir, Fantastic Family (Tangerang: Laju, 2009), h. 3.
2)    Ahmad Shams Madyan, Aids dalam Islam (Bandung: Mizan Media Utama, 2009), h. 180.
3)    Komisi Penanggulan Aids (KPA), Mengenal dan Menanggulangi HIV-AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba (Jakarta: Tth.) h. 1.
4)    Ahmad Shams Madyan, Aids dalam Islam, h. 39-40.
5)    www.google.co.id
6)    Ikhsanudin dan Mirna Amir, Fantastic Family, h. 4.
7)    Komisi Penanggulan Aids, Mengenal dan Menanggulangi HIV-AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba, h. 4.
8)    Ikhsanudin dan Mirna Amir, Fantastic Family, h. 5-6.
9)    Ikhsanudin dan Mirna Amir, Fantastic Family, h. 4.
10)    Ali Mustafa Yaqub, Makan Tak Pernah Kenyang (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012), h. 151. Lihat juga dr. AA Mayun Dharma Atmaja, HIV/AIDS Akibat Perilaku Menyimpang (Jakarta: HU Pelita, Rabu, 29 Juli 2009), h. 13.
11)    Ali Mustafa Yaqub, Makan Tak Pernah Kenyang, h. 152.
12)    Ali Mustafa Yaqub, Makan Tak Pernah Kenyang, h.152.
13)    Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir (Beirut: Dar al-Fiqh, 1401 H/1981 M), Jilid l, h. 273.
14)    Ali Mustafa Yaqub, Makan Tak Pernah Kenyang, h. 156.
15)    Abu Dawud, Sunan Abi Dawud (Kairo: Dar el-Hadits, 1426 H/2005 M), Jilid II, h. 873.
16)    Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim (Kairo: Dar el-Hadits, 1418 H/1997 M), Jilid III, h. 174.
17)    Lebih jelas dan detailnya, lihat: Ali Mustafa Yaqub, Makan Tak Pernah Kenyang, h. 163.
18)    Jika dalam setahun (2002-2003) saja peningkatannya hingga lima kali lipat, jika tidak ada upaya pencegahan yang serius dari semua pihak, maka pada 2013 ini bisa jadi jumlah penderitanya sudah berpuluh kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.
19)    Abdul Waidl, dkk., Berusaha Bersama Mencegah HIV/AIDS Kisah SMU Pinggiran Jombang (Ttp.: 2009), h. 13-14.
20)    Ahmad Shams Madyan, AIDS dalam Islam, h. 51-52. Data di atas diambil dari laporan Ditjen PPM & PL Depkes RI, 15 Juli 2005.
21)    Abdul Waidl, dkk., Berusaha Bersama Mencegah HIV/AIDS Kisah SMU Pinggiran Jombang, h. 15-17.

DAFTAR PUSTAKA

1.    al-Qur’an al-Karim
2.    Abdul Waidl, dkk. Berusaha Bersama Mencegah HIV/AIDS Kisah SMU Pinggiran Jombang. Ttp.: 2009.
3.    Ahmad Shams Madyan. Aids dalam Islam. Bandung: Mizan Media Utama, 2009.
4.    al-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Kairo: Dar el-Hadits, 1426 H/2005 M.
5.    al-Suyuthi, Jalaluddin. al-Jami’ al-Shaghir. Beirut: Dar al-Fiqh, 1401 H/1981 M.
6.    Atmaja, dr. AA Mayun Dharma. HIV/AIDS Akibat Perilaku Menyimpang. Jakarta: HU Pelita, Rabu, 29 Juli 2009.
7.    Ditjen PPM & PL Depkes RI, 15 Juli 2005.
8.    Ikhsanudin dan Mirna Amir. Fantastic Family. Tangerang: Laju, 2009.
9.    Komisi Penanggulan Aids (KPA). Mengenal dan Menanggulangi HIV-AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jakarta: Tth.
10.  Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim. Kairo: Dar el-Hadits, 1418 H/1997 M.
11.  www.google.co.id
12.  Yaqub, Ali Mustafa. Makan Tak Pernah Kenyang. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012. 
Previous
Next Post »