Kata 'Sayidina' dalam Tahiyat



Apakah benar dalam tahiyatul akhir seperti ini: "Allahumma shalli ala saydina Muhammad wa ala ali sayidina Muhammad, kama shallaita ala sayidina…." Tolong dijelaskan karena saya masih bingung. Terimakasih. Rusdin, Surabaya.

Jawaban
Terimakasih Bapak Rusdin. Dalam tahiyat (atau shalawat) yang diajarkan oleh Rasulullah Saw memang tidak ada lafadz 'Sayidina'. Namun penambahan tersebut bukan berarti tidak boleh.
Dalam hadis-hadis sahih Rasulullah Saw mengaku bahwa beliau adalah sayid. Yaitu: "Ana sayidu waladi Adam yaumal qiyamati wa la fakhra". Artinya" Saya adalah sayid (pemuka) putra Adam di hari kiamat, dan tidak sombong"  (HR Muslim, Turmudzi dan lainya).
Dalam hadis Bukhari (No 799) diriwayatkan bahwa ada seorang sahabat yang menambahkan bacaan setelah rukuk dan didengar oleh Nabi Saw, justru beliau memujinya. Dari hadis ini ahli hadis al Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini menunjukkan diperbolehkannya menambah bacaan yang tidak ada dalam salat, selama bacaan tersebut tidak bertentangan dengan riwayat dari Nabi" (Fath al Bari II/287). Dan kita ketahui kata 'Sayid' ada dalam hadis-hadis Nabi. Dalil lainnya adalah bacaan syahadat dalam tasyahhud oleh Ibnu Umar ditambah: "Wahdahu la syarika lahu"(HR Abu Dawud No 973).
Dengan demikian diperbolehkan menambah kata 'Sayidina' dalam tasyahhud sebagai bentuk menjaga etika kepada Rasulullah Saw (Ianatut Thalibin I/197)

وقوله: وأن محمدا رسول الله الاولى ذكر السيادة، لان الافضل سلوك الادب (حاشية إعانة الطالبين1 / 198)
وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى جَوَازِ إِحْدَاثِ ذِكْرٍ فِي الصَّلاَةِ غَيْرِ مَأْثُوْرٍ إِذَا كَانَ غَيْرَ مُخَالِفٍ لِلْمَأْثُوْرِ وَعَلَى جَوَازِ رَفْعِ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ مَا لَمْ يُشَوِّشْ عَلَى مَنْ مَعَهُ (فتح الباري لابن حجر 2 / 287)
عَنْ مُجَاهِدٍ يُحَدِّثُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ (فِى التَّشَهُّدِ) أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ قَالَ ابْنُ عُمَرَ زِدْتُ فِيهَا وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (رواه أبو داود رقم 973)

Previous
Next Post »