Tiada perbedaan mati dan hidup : Kasus kematian Hamzah


 Hadis riwayat Ibnu Syadzan yang bersumber dari Ibnu Mas’ud ra, ia menceritakan : “Kami tidak pernah melihat Rasulullah saw menangis dengan begitu kerasnya melebihi tangisannya sewaktu Hamzah bin Abdulmuthalib wafat. Beliau membaringkan jenazahnya menghadap ke arah kiblat, lalu memandanginya sambil menangis meratapi kepergiannya, “Wahai Hamzah, pamannya Rasulullah saw, Singanya Allah swt dan Rasul-Nya. Wahai Hamzah, si Pelaku kebaikan. Wahai Hamzah, si Pelipur lara, si Pembebas bencana.!”. (Tertulis didalam kitab Al-Mawahib al-Laduniyah, juz 1; hal. 212)
Tiada bedanya antara mati dan hidup. Ada segelintir orang yang mengatakan bahwa memohon pertolongan, mengadukan problem, memohon syafaat dan bantuan, serta permohonan lainnya kepada Rasulullah saw , hanyalah diperbolehkan selama beliau masih hidup. Setelah beliau wafat, permohonan semacam ini termasuk perbuatan “kufur”, menurut golongan ekstrim. Barangkali istilah yang lebih sopan dan toleran: “tidak disyariatkan” atau “tidak diperbolehkan”.
Kami berpendapat, bahwa hal semacam itu boleh-boleh saja dilakukan, sekalipun Rasulullah saw sudah wafat. Karena para Nabi dan juga para kaum shalihin yang sudah meninggal dunia, pada hakekatnya, mereka adalah hidup, yakni hidup di alam barzah, atau hidup secara ruhani, meskipun jasad mereka sudah hancur menyatu dengan tanah.
Seandainya ada seorang Faqih (Ahli Fikih) yang belum menemukan dalil yang mensahkan keboleh bertawassul dan istighatsah (mohon pertolongan) dengan perantaraan Rasulullah saw setelah wafatnya, kecuali jika hal itu dilakukan semasa hidup beliau, maka cukuplah sebagai dalil. Karena beliau saw pada kenyataannya adalah senantiasa hidup, baik di dunia maupun di akhirat, yang selalu memberikan pertolongan kepada umatnya, dan dengan Izin Allah swt beliau membantu memecahkan problematika mereka, diperlihatkan kepada beliau tentang kondisi mereka, serta shalawat-salam yang diucapkan mereka dihaturkan Allah swt kepada beliau dan ucapan tersebut sampai kepada beliau.
Orang-orang yang memiliki wawasan keilmuan yang luas tentang hal ihwal kehidupan roh-roh beserta keistimewaannya, tentu hati mereka akan terbuka untuk meyakini keberadaan roh-roh tersebut. Terutama tentang kehidupan “Ruhul Arwah”  (Roh dari segala arwah) dan “Nurul Anwar” (Cahaya dari segala cahaya), yakni Nabi Muhammad saw.
 Seandainya memohon syafaatistighatsah, atau tawassul dengan perantaran Rasulullah saw itu termasuk perbuatan Syirik dan Kufur, sebagaimana yang mereka bayangkan, tentu beliau saw sejak awal tidak akan membolehkan permohonan semacam itu dalam berbagai situasi dan kondisi, baik yang dilakukan mereka kepada beliau semasa hidupnya di dunia, hidup di alam barzah setelah wafatnya, hidup di akhirat setelah hari kiamat, maupun sebelum kiamat, karena yang namanya perbuatan syirik itu sangat dibenci Allah swt dalam berbagai situasi dan kondisi.

Previous
Next Post »